Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menciptakan Ruang Aman Perempuan di Dunia Kecantikan, Urusan Siapa?

Kompas.com - 14/03/2022, 08:00 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

Sedangkan cara pencegahan, jenis kekerasan seksual yang mungkin dialami dan cara memproteksi diri lebih banyak ditanyakan oleh pekerja di kantor pusat atau di kota besar. Perbedaan materi ini agaknya menggambarkan kesenjangan antara pekerja di pusat dan daerah.

The Body Shop Indonesia mengatur agar store manager mendapatkan kelas berbeda. Tujuannya, agar mereka memiliki wawasan untuk mendampingi stafnya di toko secara berkelanjutan. Para kepala cabang ini dinilai lebih mampu memahami risiko kekerasan seksual yang ada di wilayahnya, dibandingkan perusahaan yang jauh di pusat.

Diatur pula protokol perlindungan untuk pekerjanya khususnya dari risiko kekerasan seksual dari konsumen. Perubahan dilakukan pada peraturan perusahaan yang biasanya hanya berisi soal kekerasan secara umum.

Disediakan pula jalur aduan berupa hotline untuk pekerjanya, yang dihubungi pekerja ketika merasa menjadi korban kekerasan seksual di mana saja dan kapan saja.

Nantinya, akan ada pihak lebih kompeten yang menghubungi pekerja tersebut untuk menindaklanjuti laporan tersebut. “Harus orang yang memang punya pengetahuan dengan baik ya, dan juga tahu cara menangani aduan tersebut karena ini bukan hal biasa, yang bisa lebih eksplisit” jelas Ratu.

Baca juga: Kekerasan Seksual, Siapa Paling Rentan Menjadi Korban?

Diakuinya, sistem ini sedikit menantang bagi pekerja toko yang jauh dari kantor pusat. Mungkin saja ada kekhawatiran jika laporannya akan sulit sampai ke pusat dan ditanggapi dengan tepat. Selain itu, pasti banyak pekerja perempuan yang sungkan jika harus melapor jika atasannya kebetulan laki-laki.

Maka dipilih satu sosok perempuan yang bisa menanggapi aduan tersebut, menilik sifatnya yang rentan. The Body Shop Indonesia juga berkolaborasi dengan sejumlah pakar di bidangnya, termasuk Yayasan Pulih. Tujuannya untuk mendapatkan penanganan tepat bagi pekerja yang menjadi korban termasuk konseling, jika dibutuhkan.

Perlindungan terhadap risiko kekerasan seksual bisa diaplikasikan lebih baik karena pekerja The Body Shop Indonesia dipekerjakan langsung oleh perusahaan. Seluruhnya berstatus karyawan tetap atau kontrak profesional perusahaan, tanpa ada pihak ketiga. Sistem ketenagakerjaan ini memungkinkan pekerja berhubungan langsung dengan perusahaan termasuk ketika ada keluhan soal tindak kekerasan seksual dari konsumen.

Toh dengan berbagai upaya tersebut sejak pertengahan 2021 lalu, aduan yang masuk masih sangat minim. Kurang dari lima aduan yang diterima, dari ratusan toko dan ribuan pekerja di Indonesia.

“Ini bukan pertanda baik sebenarnya ya, akhirnya kita perlu lihat apa jangan-jangan belum cukup memadai, apakah mereka belum cukup clear jalurnya ke mana,” kata Ratu.

Lazim berlaku, para korban takut mendapatkan stigma negatif ketika melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya. Belum lagi berbagai tantangan sosial lain yang membuat penanganan kekerasan seksual sulit dilakukan.

Hal inilah yang sedang dipelajari The Body Shop untuk membenahi sistem yang sedang dibangun ini. Tujuan besarnya adalah memastikan para pekerjanya dihargai oleh siapapun, termasuk konsumen.

Disinggung soal risiko kehilangan konsumen karena upaya perlindungan pekerja ini, Ratu mengaku tidak pernah ada tendensi kekhawatiran itu. Begitu pula soal ketakutan citra brand yang tercoreng karena dianggap terlalu “kaku” dan tidak pro konsumen.

Dua hal ini tentunya amat penting, khususnya di era pandemi ini, yang merupakan masa sulit bagi semua lini bisnis. Sama seperti banyak bisnis lainnya, Ratu mengakui jika perusahaannya juga mengalami masa sulit akibat Covid-19.

“Ini bukan tantangan image sama sekali bagi kita, bahkan ini sebagai tahap pertama untuk kampanye kekerasan seksual dan menciptakan awareness juga safe space untuk perempuan” katanya lagi.

Baca juga: Banyak Remaja Perempuan Tidak Sadar Jadi Korban Kekerasan Seksual

Kini, Desy punya pemahaman lebih untuk merespon tindakan kekerasan seksual yang dialaminya. Paling tidak, ia juga mendapatkan sedikit perlindungan dari perusahaan tempatnya bekerja. Meski belum pernah menjajal jalur aduan yang disediakan, ibu tiga anak ini merasa mendapatkan tempat untuk menyampaikan keluhannya.

Statusnya sebagai karyawan tetap di The Body Shop juga disebutnya sebagai nilai lebih untuk mendapatkan proteksi. Desy merasa bisa berkomunikasi langsung dengan internal perusahaan guna mendapatkan dukungan yang dibutuhkan.

Jauh berbeda ketika belasan tahun lalu berstatus sebagai SPG di brand kecantikan lain. Karena dipekerjakan sebagai tenaga outsourcing, Desy tidak tahu harus mengadu kepada siapa saat mendapatkan kekerasan seksual.

Dunia maya juga belum jadi ruang aman

The Body Shop jelas masih punya tantangan menghadapi risiko kekerasan seksual bagi pekerjanya dengan sistem penjualan yang didominasi offline. Namun booming sistem penjualan online di bisnis kecantikan juga tidak langsung menghapuskan risiko tersebut bagi pekerja perempuan yang terlibat.

Ketiadaan interaksi langsung dengan konsumen tidak sepenuhnya mampu menyediakan ruang yang aman. Selalu ada risiko kekerasan maupun pelecehan yang timbul akibat seksualitas perempuan.

Karyn Nadissa, External Manager Mad For Makeup mengatakan kekerasan seksual juga seringkali muncul di konten promosi media sosial. Contohnya ketika mempertanyakan penampilan fisik modelnya atau komentar lain yang bernada melecehkan.

Brand lokal ini memang dikenal kerap menggunakan pengikut media sosialnya sebagai persona branding produknya, dibandingkan sosok profesional.

“Kita berusaha melindungi dengan encounter komentar seperti itu di media sosial, sebagai perlindungan untuk model yang kita pekerjakan maupun edukasi kepada publik,” katanya saat diwawancara, Senin (07/03/2022).

Ruang aman juga coba diciptakan dengan menyediakan lokasi kerja yang nyaman untuk para modelnya. Misalnya ketika menjalani pemotretan di ruang publik maka lokasi dibuat senyaman dan terlindungi semaksimal mungkin. Harapannya, upaya ini bisa menekan risiko kekerasan seksual yang didapatkan para modelnya ketika tengah bekerja.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Mad. (@madformakeup.co)

Selain itu, brand yang didirikan dr. Shirley Oslan ini juga telah melakukan sejumlah movement untuk isu sensitif ini. Misalnya membagikan konten edukasi maupun hotline pertolongan di media sosial untuk korban kekerasan seksual serta penggalangan dana yang disalurkan ke LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK).

Sebagai brand lokal yang berdiri sejak 2017 lalu, Mad For Makeup memang memiliki sejumlah kepedulian terhadap berbagai isu sosial termasuk kekerasan seksual. Namun Karyn menegaskan ini bukan sebagai upaya panjat sosial dengan kesadaran yang mulai meningkat di masyarakat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com