"Seperti ada jarak di antara mereka. Satu pihak bisa merasakan kesepian, atau bahkan dua-duanya," jelas Andre.
Kejadian ini biasanya terjadi setelah ada perubahan dalam hubungan. Misalnya pasangan mulai enggan mendengarkan cerita kita.
Kemudian berkurangnya intensitas hubungan seks, komunikasi yang buruk, masalah finansial keluarga, transisi hidup hingga penyebab stres lainnya.
Rasa kesepian dalam pernikahan biasanya muncul ketika pasangan melewati berbagai rutinitas yang biasa-biasa saja.
Misalnya pergi bekerja, pulang memasak, dan hanya itu saja kegiatannya sehingga tidak ada waktu khusus untuk saling terhubung dengan pasangannya.
Rutinitas yang monoton seperti itu membuat masing-masing pasangan tanpa sengaja terjatuh dalam kebosanan.
Kehidupan mulai terasa basi dan tak jarang merasakan kurangnya kasih sayang.
Hal itu dapat menimbulkan perasaan kesepian jika salah satu atau kedua pihak kurang mendapatkan perhatian, waktu atau effort yang spesial seperti suguhan atau perilaku romantis dari pasangannya.
Menjadi orangtua memiliki tanggung jawab yang besar. Hal ini dapat memisahkan peran antara menjadi orangtua dan pasangan.
Berfokus sepenuhnya untuk memenuhi tanggung jawab sebagai orangtua kemungkinan dapat mengabaikan pentingnya hubungan yang harmonis dengan pasangan.
"Peran kita sebagai orangtua sangat penting. Tetapi Anda perlu memberikan waktu dan energi untuk pernikahan Anda," papar Jackson.
"Jika tidak, maka pasangan atau diri Anda akan merasa kesepian."
Di dalam sebuah studi pada tahun 2020 yang diterbitkan Journal of Family psychology, sekitar 1.400 pasangan menikah yang berusia 50 sampai 70 tahun diteliti perihal hubungan pernikahan mereka.
Para peneliti kemudian mencatat bahwa hubungan pernikahan yang terlalu bergantung pada pasangan tergolong sebagai hubungan yang tidak sehat.
Ketika pasangan mengandalkan satu sama lain sebagai hubungan sosial, hal itu dapat membuat hubungan menjadi tegang dan rentan merasa kesepian ketika hubungan tersebut mau tidak mau harus berakhir.