Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Memahami Welas Diri

Kompas.com - 27/06/2022, 07:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mengasihi diri berarti secara aktif menghibur diri sendiri, dan menanggapi pikiran yang bermasalah dengan sikap yang hangat, ramah, lembut, pengertian, dan penuh dukungan terhadap diri seperti layaknya dukungan kepada teman atau orang yang disayangi ketika mereka membutuhkan dukungan.

Menghakimi diri adalah penilaian diri yang dihasilkan dari pemikiran individu tentang diri mereka sendiri, dan makna yang melekat pada pemikiran tersebut. Pikiran, karenanya, menghasilkan perasaan terkait seperti kecemasan, kemarahan, dan depresi (Phaedonos, Anastassiou-Hadjicharalambous, 2011).

Kedua, kemanusiaan universal (common humanity) versus isolasi (isolation).

Memandang pengalaman pribadi sebagai bagian dari pengalaman hidup manusia pada umumnya, menyebabkan seseorang tidak perlu mengisolasi diri dan merasa abnormal.

Orang itu menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, karena hidup tidaklah sempurna.

Frustrasi karena tidak memiliki hal-hal persis seperti yang kita inginkan, sering disertai dengan rasa keterasingan yang irasional tetapi meresap – seolah-olah ‘saya’ adalah satu-satunya orang yang menderita atau membuat kesalahan.

Namun, semua manusia dapat menderita. Oleh karena itu, welas diri melibatkan pengakuan bahwa penderitaan dan kekurangan pribadi adalah bagian dari pengalaman hidup semua manusia – sesuatu yang akan dilalui semua orang, bukan hanya terjadi pada ‘saya’ saja.

Ketiga, kesadaran (mindfulness) versus overidentifikasi atau identifikasi berlebihan (overidentification).

Orang dapat melihat situasi secara seimbang ketika sesuatu yang menyakitkan terjadi, dan memahami kegagalan sebagai sesuatu yang wajar.

Orang dapat bersikap terbuka saat menanggapi perasaan terpuruk dan berusaha untuk menjaga emosi tetap stabil.

Kesadaran (mindfulness) adalah menerima pemikiran dan perasaan yang dirasakan saat ini, tidak menghakimi dan membesar-besarkan, serta tidak menyangkal aspek-aspek yang tidak disukai baik dalam diri ataupun dalam kehidupan.

Overidentifikasi melibatkan perenungan (rumination) atas keterbatasan diri sendiri, dan memperbesar signifikansi kegagalan, serta penghindaran (avoidance) dari emosi yang menyakitkan, yang dapat berdampak dalam jangka waktu panjang.

Welas diri melibatkan keterbukaan dan tergerak oleh penderitaannya sendiri, mengalami perasaan peduli dan baik terhadap diri sendiri, mengambil makna, sikap tidak menghakimi terhadap kekurangan dan kegagalannya, dan mengakui bahwa pengalamannya sendiri adalah bagian dari pengalaman manusia yang umum.

Menurut Braehler dan Neff (2020) untuk memiliki welas diri, seorang individu harus bersedia untuk beralih ke rasa sakit yang dialaminya dan mengakuinya dengan penuh perhatian.

Perhatian penuh adalah jenis kesadaran seimbang yang tidak menolak, menghindari, atau melebih-lebihkan pengalaman dari waktu ke waktu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com