Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ternyata, 5 Tanda Fisik Ini Disebabkan oleh Burnout

Kompas.com - 19/07/2022, 06:39 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ada sejumlah tanda fisik yang bisa diketahui untuk menentukan apakah diri sendiri mengalami burnout atau tidak.

Seperti yang kita tahu, burnout merupakan akibat dari stres kronis di tempat kerja yang belum mampu dikelola.

Jika tidak ditangani, burnout dapat menyebabkan pekerja merasa kelelahan, mudah marah, bahkan tidak produktif di kantor.

Selain akibat yang sudah disebutkan, munculnya burnout bisa dibarengi juga dengan beberapa tanda fisik.

Sayangnya, ketidakberesan pada tubuh yang disebabkan oleh burnout jarang disadari sebagian orang.

Baca juga: Mengenal Burnout, Penyebab, dan Cara Menanganinya

Nah, agar kita tahu apakah burnout berdampak buruk bagi tubuh, simak tanda-tanda yang diungkap klinik rehabilitasi asal Inggris, Delamere, berikut ini.

1. Sakit kepala

Kita sering kali menganggap sakit kepala bukanlah masalah serius dan bisa diatasi dengan meminum obat.

Padahal, munculnya ketegangan pada kepala bisa disebabkan oleh stres kronis.

Jika hal tersebut terjadi secara terus-menerus, kemungkinan burnout menjadi penyebabnya.

2. Masalah pada perut

Burnout tidak sekadar memengaruhi pikiran dan suasana hati. Lebih dari itu, burnout bisa berdampak buruk bagi kesehatan perut.

Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari stres yang meningkatkan produksi hormon dan neurotransmiter tertentu dalam tubuh.

Pada gilirannya, keseimbangan bakteri dalam usus akan terpengaruh dan mendatangkan masalah perut.

Mulai dari dispepsia (ketidaknyamanan pada perut), gastritis (radang lambung), dan penyakit refluks gastroesofagus (gangguan pencernaan seperti asam lambung naik).

Di sisi lain, burnout dapat memengaruhi dan memperlambat pencernaan yang menyebabkan kembung, nyeri, dan sembelit.

Baca juga: 8 Cara Mengatasi Burnout, Tak Selalu Berhenti Kerja

Ilustrasi obesitas, akibat obesitas, dampak obesitas, pencegahan obesitas, cara mencegah obesitas. Shutterstock/Fuss Sergey Ilustrasi obesitas, akibat obesitas, dampak obesitas, pencegahan obesitas, cara mencegah obesitas.

3. Penambahan berat badan

Stres yang diderita secara jangka panjang dapat memicu kenaikan berat badan kita, lho!

Pasalnya, membuat pilihan makanan yang sehat cenderung lebih sulit dilakukan ketika berada di bawah tekanan mental yang intens.

Dengan begitu, kita lebih memilih makanan tinggi gula, lemak, dan yang rendah nutrisi untuk meningkatkan asupan energi.

Penyebab lain yang membuat berat badan bertambah ketika stres adalah ketidakmauan kita untuk berolahraga.

Hal itu bisa diperparah dengan perubahan hormonal karena stres yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan.

Perlu diketahui bahwa hormon stres kortisol dapat memenuhi tubuh ketika kita terlalu banyak bekerja dan kewalahan.

Hormon tersebut pada akhirnya mendorong penyimpanan sel lemak, terutama di daerah perut.

4. Perubahan kebiasaan tidur

Burnout dapat memengaruhi kebiasaan tidur kita. Ini menyebabkan kita terbangun di malam hari atau kesulitan untuk tidur.

Di sisi lain, sulitnya mata untuk terpejam ketika malam membuat kita bisa tidur ketika bekerja.

Hal itu erat dengan burnout dan tingginya tingkat stres yang menyebabkan sistem saraf otonom melepaskan hormon, seperti adrenalin dan kortisol.

Kedua hormon bisa memberikan perubahan pada kebiasaan tidur dan seringkali menimbulkan insomnia dan kelelahan.

Baca juga: Jangan Sepelekan, Kenali Burnout karena Pekerjaan dan Pencegahannya

Ilustrasi flu, penyakit yang banyak menyerang di musim pancaroba.Dok. Shutterstock Ilustrasi flu, penyakit yang banyak menyerang di musim pancaroba.

5. Gangguan pada saluran napas dan infeksi

Mudahnya tubuh terserang pilek dan virus ternyata disebabkan oleh tingkat stres.

Stres dapat menekan sistem kekebalan sehingga kita lebih mudah sakit dan sulit melawan virus yang masuk.

Hal itu dikarenakan stres menurunkan limfosit tubuh atau sel darah putih bertugas yang melawan virus.

Padahal, limfosit dibutuhkan tubuh supaya dirinya lebih kebal terhadap ancaman infeksi.

Di sisi lain, stres secara berkepanjangan juga menyebabkan kelebihan kortisol.

Pada akhirnya, kortisol membuat pertahanan tubuh kurang sensitif dan tidak dapat mengatur peradangan dengan mudah.

Baca juga: Serupa tapi Tak Sama, Ini Bedanya Burnout dan Malas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com