Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Margareta Astaman
Eksportir buah

Editor dan konsultan untuk media dan konten digital. Aktif ngeblog di margarita.web.id, celotehannya sudah berbuah 6 buku. Kini menggeluti ekspor buah tropis Indonesia. Pernah divonis santet. Yang nggak sependapat tolong komunikasi dulu sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.

Be Kind, Save Money: Matematika Kebaikan

Kompas.com - 11/10/2022, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Diam saja. Fokus saja sama kerjaan kita. Ngapain kita bantah hal yang memang nggak ada?” saya merespons.

Setahun kemudian kepala petani tersebut melapor,“Bu inget nggak orang yang dulu jelek-jelekin kita?”

“Oh ya, di mana mereka sekarang?” tanya gue.

“Nggak ada di mana-mana, Bu!” jawabnya setengah tertawa.

No, mereka tetap ada sih. Tetapi mereka memilih sistem ekonomi yang berbeda dengan kami. Sistem ekonomi kuat-kuatan modal.

Dan di situ kemungkinan gontok-gontokannya lebih kejam. Adu jahatlah yang mengalahkan mereka, bukan kami. Kita sih nggak bakal kuat.

Tapi bagaimana jika kita kehabisan kesabaran dalam hati?

Itulah cakepnya ekonomi kebaikan! Di sistem ini, bank yang bisa mencetak kebaikan adalah hati setiap orang masing-masing.

Dan bebas mencetak sebanyak-banyaknya yang diperlukan. Selama kita masih terus percaya bahwa kebaikan itu efektif, dan bahwa sifat utama manusia adalah luhur. You would be surprised on human’s capability of forgiving and giving.

Inget Seong-Gi Hun dong, di Squid Games? Harusnya, didera kekejaman dan melihat orang saling bunuh demi uang akan mematikan nuraninya. Tetapi tidak.

Ia percaya bahwa akan ada orang yang pada akhirnya menolong si mabuk di pinggir jalan hingga tidak mati kedinginan meski tidak seperti yang ia bayangkan. Ia tetap percaya kemanusiaan.

Kebetulan, ia jugalah yang berhasil keluar dengan renumerasi uang paling banyak di akhir cerita. Satu-satunya yang berupaya untuk tidak nyikut temen, kecuali sekali sih…

Jadi… kebaikan sebagai ‘Business as Usual’ bukan sekadar ‘act’ of kindness sekali-sekali ternyata bisa dijalankan dalam bisnis beneran!

Dan seandainya tidak punya bisnispun, matematika kebaikan tetap dapat diterapkan, dalam menghargai diri sendiri dan orang lain.

Kita terlalu sering menggunakan takaran fisik untuk menilai suatu manusia. Kaya, tentu lebih OK daripada miskin.

Cantik pastinya lebih dipilih daripada jelek. Pintar, lebih favorit dibandingkan bodoh. Populer, lebih jadi aspirasi dibandingkan tak dikenal.

Tetapi seberapa kita menghargai orang baik dan melihat kebaikan dalam diri sebagai sebuah aset yang berharga?

Iya sih, perempuan-perempuan suka bilang, ‘yang penting baik’, tapi apa benar pada akhirnya yang paling baik yang dipiih? Atau itu hanya jargon klise seperti di awal ketika kuberkata kebaikan itu sungguh tak ternilai harganya?

Karena di banyak takaran, kita mungkin tidak merasa kaya, tidak cantik, juga bukan yang paling pintar.

But if I have thousand people who see me as family, listen to my word and pray for my well-being, if I have such love and power, how much are you going to pay?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com