Terlepas dari adanya tiga teknik menenun, daerah-daerah di NTT diketahui memiliki keunggulannya masing-masing dan tidak semua teknik diterapkan. Contohnya saja pulau Savu yang hanya menenun Futus.
Kalau berbicara perihal warna, kebanyakan ditentukan oleh kondisi daerah asal tenunan tersebut. Misalnya daerah Timor Tengah Utara kainnya penuh dengan warna hitam dan kecoklatan karena daerahnya cukup hangat.
“Kalau di TTS, Timor Tengah Selatan, itu warnanya nyala, cerah. Mereka lebih memilih warna cerah. Mengapa mereka memilih warna cerah? Karena di tempat mereka itu banyak alam yang iklimnya terlalu dingin, sehingga memang mereka memilih warna cerah. Tetapi kenapa di sabu, mereka memilih coklat? Karena di sana panas sekali dan pada musim panas, semua rumput-rumput tersebar warna coklat,” ucap Mama Aleta.
Jadi tenunan yang sering kamu jumpai sebenarnya memiliki sejarah, cerita, dan keistimewaannya tersendiri.
Mengingat hal ini, kain tenun dari daerah berbeda, akan menyiratkan kepercayaan yang berbeda juga. Di NTT sendiri, mereka percaya bahwa tenun merupakan wujud hubungan manusia dengan alam dan Sang Pencipta atau leluhur.
“Kain tenun punya hubungan langsung dengan Tuhan, bumi, dan leluhur. Dengan leluhur itu adalah pengetahuan lokal yang diangkat dari zaman ke zaman. Sedangkan terhadap bumi itu karena ada benang, kayu-kayu, dan pewarna (dalam proses menenun),” cerita Mama Aleta.
Menurutnya, ketiga faktor tersebut adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan berperan penting sebagai sumber inspirasi para penenun di NTT.
Apalagi bagi masyarakat NTT, kain tenun dijadikan sarana berkomunikasi lewat corak dan warnanya. Mengingat, media elektronik belum menyebar pada saat itu. Makanya, beberapa motif tenun terkadang memiliki makna yang lebih dari hanya sekedar corak nan indah.
Sekarang ini, kain tenun dengan ragam corakan sudah bisa kamu temukan di berbagai jenis barang, baik aksesoris maupun pakaian.
Aksesoris yang dijual oleh para penenun dari NTT dalam acara MTM Harganya bisa jadi lebih mahal apabila proses pembuatan tenun tersebut memakan waktu lama, sekitar 6 hingga 7 bulan. Pasalnya, tenunan kain yang sepenuhnya alami dan autentik, umumnya dibuat dengan bahan-bahan nan dipanen sendiri oleh para pengrajin.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang