KOMPAS.com - Masa pandemi ditambah perubahan gaya hidup saat ini telah membuat banyak anak akrab dengan gadget. Memang tidak terhindarkan bahwa anak-anak generasi digital menghabiskan banyak waktu menatap layar ponsel, komputer, atau tablet.
Sayangnya menatap layar terlalu lama berpotensi mempengaruhi kesehatan mata. Tidak heran bila semakin banyak anak memakai kacamata untuk membantu penglihatannya, dan jumlahnya semakin banyak.
Diperkirakan 50% dari penduduk dunia akan mengalami miopia atau rabun jauh (mata minus) pada 2050. Angka ini meningkat signifikan sesuai perubahan gaya hidup seperti aktivitas melihat jarak dekat yang berlebih (contohnya menatap layar), kurangnya aktivitas di luar ruangan, kebiasaan, dan faktor keturunan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Airlangga, prevalensi kelainan refraksi di Indonesia menempati urutan pertama dari penyakit mata, meliputi 25% penduduk. Dan prevalensi miopia di Indonesia lebih dari -0,5D pada usia dewasa muda adalah 48,1%. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki potensi tinggi terhadap miopia.
1. Perbanyak aktivitas luar ruangan
Penelitian Shah R.L dkk tahun 2017 menunjukkan bahwa aktivitas luar ruangan selama minimal 2 jam per hari dapat mengurangi laju miopia dan gangguan penglihatan lainnya.
2. Melakukan pemeriksaan mata
Lakukan pemeriksaan mata berkala pada anak-anak untuk memastikan miopia atau masalah penglihatan lainnya terdeteksi dan dapat ditangani sejak dini.
Miopia yang sudah terlanjur berkembang akan lebih sulit dan lebih mahal diatasi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.