"Dari lahir sudah dipisahkan dari induknya. Tapi kami tetap memberikan ruang agar Mugi bisa diterima oleh induknya dan agar Mugi bisa tumbuh dengan sehat," ucap Sri.
Baca juga: Cuddling Hewan Kesayangan Bantu Jaga Kesehatan Mental
Secara berkala, karena kondisi fisik Mugi yang terus membaik, dia diantar ke dekat kandang sang induk selama beberapa jam.
Setelah itu, Mugi dipisahkan kembali untuk tinggal di kandang jeruji besi setinggi tiga meter di bagian terluar Animal Hospital TSI.
Meski menyadari bahwa Mugi termasuk jenis satwa karnivora, tapi Sri sama sekali tidak takut karena sudah terbiasa merawat satwa dengan kondisi khusus tersebut.
"Ya karena sudah terbiasa, lagi pula bukan cuma macan tutul. Saya juga merawat beberapa satwa lain dengan kondisi yang sama," kata Sri.
Saking dekatnya hubungan Sri dan Mugi, ketika Mugi dipanggil untuk berfoto pun dia langsung mendatangi Sri dari balik jeruji besi.
Sri pun terlihat tidak takut untuk mengelus Mugi dengan tangan kosong di balik kandang.
Baca juga: Jauhkan Tanaman di Kebun dari Hewan Liar, Begini Caranya
Kini gerakan Mugi sudah semakin lincah, berat badannya berkembang dan terlihat seperti macan tutul yang sehat.
"Sekarang kondisi Mugi sudah lebih membaik. Lehernya juga sudah mulai pulih. Dia akan saya rawat hingga usianya satu tahun," paparnya.
Mungkin masih banyak yang belum memahami bahwa sebagian besar satwa, kata Sri, dapat melakukan hal serupa, yaitu tidak mau merawat bayinya yang cacat.
"Lihat saja bayi kucing kan katanya kalau ada yang lahir tiga warna apalagi dia jantan itu pasti dimakan atau dibunuh induknya,"
"Begitu pun satwa lain, makanya kami merawat mereka sebagai bagian dari upaya konservasi satwa langka," jelas Sri.
Sebaliknya, pihak TSI akan membiarkan bayi hewan dirawat secara alami oleh sang induk apabila anaknya lahir dalam kondisi sehat dan sempurna.
Sri Swarmi dan timnya sudah paham terkait ciri-ciri bayi satwa yang tidak akan diasuh induknya sendiri.
Baca juga: 4 Manfaat Kesehatan dari Memelihara Hewan