KOMPAS.com - Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan lebih dari 70 persen orang akan mengalami peristiwa traumatis pada suatu saat dalam hidupnya.
Pengalaman tersebut lalu membentuk cara pandang kita terhadap dunia dan merespon berbagai hal yang terjadi.
Namun kita rupanya juga bisa dipengaruhi dengan adanya peristiwa traumatis yang terjadi sebelum kita lahir.
Baca juga: TikTok Jadi Media Pelampiasan Trauma di Kalangan Gen Z
Kondisi ini yang kemudian disebut sebagai generational trauma alias trauma generasi atau trauma transgenerasi.
Hal tersebut meresap ke dalam kesadaran kita sampai akhirnya memengaruhi kondisi psikologis.
“Bayi manusia tidak lahir ke dunia sebagai kertas kosong.” kata psikoterapis dan penulis Inggris, Dr Valerie Sinason.
“Kita telah hidup sebagai janin selama hampir satu tahun, mengumpulkan informasi seperti detektif cilik."
Ia mencontohkan, janin bisa sangat santai saat sang ibu mendengarkan lagu favorit dan sebaliknya, menjadi gelisah saat ada teriakan atau ketegangan, serta mengalami masalah kelahiran saat terjadi perang atau kekerasan.
Baca juga: 8 Bahaya Stres Saat Hamil Bagi Ibu dan Janin yang Perlu Diwaspadai
"Stres sangat penting selama kehamilan” terang Dr Susanna Petche, seorang dokter umum dan ahli trauma psikologis di Brighton, Inggris, setuju.
“Pada usia lima bulan, bayi perempuan sudah mengembangkan sel telur yang berpotensi ia gunakan jika ia hamil setelah dewasa – seorang perempuan yang mengandung bayi perempuan membawa DNA cucunya yang sudah matang," urainya.
Jadi, jika seorang ibu mengalami peristiwa traumatis atau mengalami stres berat selama kehamilan, hal ini akan berdampak langsung pada cucunya.
Umumnya, generational trauma dialami di komunitas marginal yang amat merasakan dampak penindasan dan ketidakadilan sosial serta pengucilan.
Baca juga: Tanda-tanda Trauma Masa Kecil yang Terpendam pada Orang Dewasa
Sering kali, seseorang kemudian menyadarinya dan berusaha untuk menyembuhkan dirinya sendiri saat beranjak dewasa, dengan caranya sendiri.
Generational trauma bisa bermanifestasi dalam berbagai cara, mirip dengan gejala trauma psikologis atau gangguan stres pasca trauma.