Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Seliweran Tontonan Kekinian soal Gizi, Saatnya Nalar Perlu Diajar

Kompas.com - 31/01/2024, 17:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Seakan-akan, bayi yang diberi susu formula kaya zat besi aman sentosa. Seakan-akan Air Susu Ibu kualitasnya begitu buruk, sehingga ASI eksklusif hanya jargon dan cukuplah 6 bulan saja, selanjutnya sambung susu formula.

Semuanya, bagai bola panas liar di kalangan ibu-ibu muda yang gelisah dan takut anaknya stunting karena anemia.

Tidak banyak dokter atau bidan yang terpanggil meluruskan hal di atas. Bahkan, ada yang sengaja memanas-manasi.

Baca juga: Pemberian Makanan Tambahan Balita, Solusi atau Adiksi?

Tidak banyak yang memperbaiki informasi, agar tidak semakin terdistorsi. Bahwa anemia pada bayi, bisa akibat ibunya yang saat mengandung juga anemia tanpa dikoreksi.

Anemia pada bayi, juga bisa karena makanan pendamping ASI-nya, yang miskin zat besi.

Ketakutan kekurangan zat besi dan aneka vitamin, membuat para ibu menyerbu etalase toko dengan membabi buta.

Bahkan, sampai ada iklan ‘zat besi bikin anak tinggi’. Kalimat receh yang sarat misinformasi dan sungguh-sungguh butuh diklarifikasi.

Betapa ngerinya, bayi baru berusia 6 bulan sudah minum aneka suplemen dan mineral dengan harapan agar anak ini bebas stunting, punya daya tahan tubuh baik, lekas bicara, lekas jalan, pintar, dan tumbuh tinggi.

Sementara, orangtuanya sama sekali buta soal pola asuh, apalagi pemberian makan bayi dan anak.

Pemahaman gizi makin buram oleh aneka iklan

Baru saja kita memperingati Hari Gizi Nasional yang ke 64. Artinya, sudah 64 tahun bangsa ini sebenarnya sadar gizi, yang mestinya juga melek gizi.

Tapi yang saya amati, justru makin lama pemahaman gizi generasi muda kita semakin suram, dibuat buram oleh aneka iklan produk dan aneka jajanan yang katanya kreatif inovatif tapi membuat mereka konsumtif.

Makanan dan minuman sehari-hari tidak dipandang dari sudut kebutuhan, melainkan kecanduan. Selama tidak bikin keracunan.

Baca juga: Kemewahan Pangan Lokal untuk Wisatawan, Sementara Balita Makan Kemasan

Agar kelihatan keren dan kekinian, semangat meniru tidak lagi diragukan. Rak bumbu swalayan hari ini sarat produk kemasan, yang membuat seorang nyonya rumah pintar bikin masakan bulgolgi, teriyaki, yakiniku, katsu, kimbab, black pepper steak, onigiri, pasta bolognaise, atau carbonara, bahkan bayi 6 bulan diperkenalkan pancake keju oleh ibunya.

Antara sedih dan jengkel, menyikapi fenomena di atas – mestinya kita berkaca. Ada apa dengan bangsa ini?

Posyandu di Jawa tidak lagi membagikan mento berisi hati ayam, sebab kadernya sudah keder.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com