Editor
Buatlah jurnal rasa syukur tentang hal-hal yang kamu syukuri yang menambah makna dalam hidup. Menurut Dr. Albers, daftar ini mungkin mengejutkan karena ada begitu banyak.
“Dengan menuliskan hal-hal yang kamu sukai dan anggap bermakna, kamu dapat mengetahui apa yang ingin diubah dan apa yang baik-baik saja.”
Krisis eksistensial bisa terjadi ketika kamu merasa terputus dari orang-orang dalam hidupmu. Membangun kembali koneksi dapat membantu kita merasa lebih membumi. Albers merekomendasikan untuk menghubungi teman dan keluarga serta berbicara dengan orang lain yang memiliki pengalaman serupa.
“Jika perasaan ini berlangsung lebih dari beberapa bulan, menyebabkan depresi yang tidak kunjung hilang, atau memicu perasaan ingin bunuh diri, hubungi terapis,” desaknya. “Memiliki seseorang untuk membantu mengatasi emosi ini adalah penting.”
Krisis eksistensial dapat membawa pikiran kita ke berbagai arah. Namun memusatkan diri pada momen saat ini dapat menenangkan pikiran yang berpacu.
Meditasi bukan kesukaanmu? Tidak apa-apa! Perhatian hadir dalam berbagai bentuk.
“Luangkan lebih banyak waktu untuk hal-hal yang membuat kamu merasa baik,” Dr. Albers mendorong. “Bawalah perhatian pada pengalaman ini dengan menikmatinya dengan segenap indra.”
Krisis eksistensial cenderung muncul saat kita berada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Pada masa-masa awal pandemi COVID-19, misalnya, karier banyak orang tiba-tiba terenggut atau berubah.
“Perubahan dramatis dalam jadwal sehari-hari membantu banyak orang menyadari bahwa mereka menyalurkan sebagian besar waktu, energi, dan maknanya ke dalam karier mereka,” kenang Dr. Albers. “Ini mirip dengan apa yang terjadi ketika seseorang mengerahkan seluruh energinya untuk mempertahankan suatu hubungan dan kemudian bercerai.”
Itu sebabnya mengalihkan energi bisa membantu. “Menjaga keseimbangan di antara semua aspek kehidupan kita dapat membuat kita terus maju ketika ada satu bagian yang tidak berfungsi,” tambahnya.
Sangat mudah untuk mengalami depresi ketika kita merenungkan hal-hal yang terjadi di masa lalu. Tapi kita tidak bisa mengubahnya.
“Motto saya selalu, 'Jangan melihat ke belakang.'” kata Dr. Albers. “Daripada melihat ke belakang dan menyesali apa yang telah terjadi, lihatlah ke depan ke arah yang kamu inginkan dalam hidup”
Baca juga: Risiko Kecemasan dan Depresi Naik Seusai Pemilu
Krisis eksistensial – dan ketakutan eksistensial yang menyertainya – sering kali hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari atau minggu. Namun tidak ada ukuran yang tegas dan tegas dalam hal perasaan. Terkadang, hal ini membutuhkan waktu lebih lama atau memerlukan bantuan profesional untuk melewatinya.
Bicaralah dengan penyedia layanan kesehatan primer atau kesehatan mentaljika:
Krisis eksistensial bisa membuat kita mempertanyakan segalanya. Tapi ingat: Kamu mengenal dirimu sendiri. Jika merasa memerlukan dukungan kesehatan mental, percayalah pada diri sendiri.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang