KOMPAS.com - Isu perselingkuhan influencer Julia Prastini (Jule) masih menjadi perbincangan hangat di media sosial. Kabar tersebut juga menyeret suaminya, Na Daehoon, influencer asal Korea Selatan yang akhirnya angkat bicara melalui unggahan di Instagram Stories, Senin (20/10/2025).
Daehoon menuliskan pesan yang menggambarkan ketabahannya di tengah badai rumah tangga.
Baca juga:
"Terima kasih banyak untuk semua yang sudah khawatir dan mendukung saya. Saya sungguh merasa bersyukur dikelilingi orang-orang baik seperti kalian. Alhamdulillah, saya kuat dan baik-baik saja," tulisnya, dilaporkan oleh Kompas.com, Senin (20/10/2025).
Publik pun ramai berspekulasi, terutama setelah muncul dugaan bahwa persoalan ekonomi menjadi salah satu pemicu retaknya hubungan mereka.
Kesenjangan finansial dinilai bisa menjadi pemantik konflik dalam hubungan. Benarkah? Simak penjelasan psikolog.
Psikolog klinis dewasa, keluarga dan pernikahan, Nadya Pramesrani, mengatakan, masalah ekonomi dalam hubungan tidak sesederhana soal siapa yang berpenghasilan lebih besar.
"Faktor ekonomi atau finansial itu isunya bukan sebatas pada nominalnya, tapi berkaitan juga dengan rasa aman, sense of stability, di mana pada dasarnya itu adalah kebutuhan yang dimiliki oleh setiap orang, sense of security and stability (rasa keamanan dan stabilitas)," jelas Nadya saat diwawancarai Kompas.com, Selasa (21/10/2025).
Ia menambahkan, setiap orang pada dasarnya memiliki kebutuhan akan rasa aman dan stabilitas. Dalam konteks hubungan, rasa aman ini sering kali diwakili oleh kondisi finansial yang stabil.
"Ketika pasangan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, ketika salah satunya melalui finansial, tentu bisa berdampak pada interaksi mereka berdua," tuturnya.
Dengan kata lain, masalah finansial bukan hanya soal uang yang kurang, tapi bagaimana pasangan mengelola ketidakstabilan itu bersama-sama.
Baca juga:
Isu perselingkuhan Julia dan tanggapan Na Daehoon jadi sorotan publik. Psikolog sebut bagaimana kesenjangan ekonomi bisa memicu retaknya hubungan.Dalam budaya di Indonesia, lanjutnya, masih kuat pandangan bahwa laki-laki adalah kepala keluarga sekaligus peran finansial utama bagi keluarga.
"Ada budaya di kita juga yang mengajarkan bahwa laki-laki sebagai kepala keluarga, laki-laki sebagai provider for the family (penyedia untuk keluarga)," ucap Nadya.
Ketika kondisi finansial justru berbalik, misalnya perempuan-lah yang berpenghasilan lebih tinggi, dinamika hubungan mungkin saja berubah.
Sebagian laki-laki merasa kehilangan peran sebagai penunjang, sedangkan perempuan mungkin merasa terbebani oleh ekspektasi yang tidak sesuai dengan keinginannya.
"Sehingga mungkin disadari atau tidak membuat kita punya harapan, kita punya ekspektasi bahwa pasangan kita bisa memberikan rasa aman dan stabilitas tersebut," tuturnya.
Baca juga: