Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/07/2023, 05:45 WIB
Niken Monica Desiyanti,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Singkong merupakan salah satu makanan pokok yang banyak dikonsumsi masyarakat. 

Selain direbus dan digoreng, singkong juga banyak dijadikan olahan untuk pembuatan terigu, kue, keripik, dan lain-lain.

Namun beredar anggapan bahwa singkong pantang dikonsumsi ibu hamil karena dapat menimbulkan kecacatan pada janin.

Apakah hal tersebut merupakan fakta? Simak penjelasannya dalam artikel berikut ini. 

Singkong mengandung racun alami

Singkong merupakan makanan yang tinggi akan kandungan sianogenik yang menghasilkan racun alami yaitu hidrogen sianida.

Batas aman kadar hidrogen sianida yang terkandung dalam singkong adalah di bawah 100 mg.

Biasanya singkong yang mengandung hidrogen sianida di bawah 100 mg memiliki rasa yang manis. 

Namun, beberapa penelitian menemukan bahwa mengonsumsi singkong dengan jumlah besar dan jangka waktu yang lama dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti mengurangi efektivitas hormon tiroid, memicu penyakit gondok, dan keracunan sianida.

Keracunan sianida dapat menyebabkan mual, pusing, sulit bernafas, kebingungan, bahkan menghilangkan kesadaran.

Untungnya, kadar sianida pada singkong dapat dikurangi dengan cara mengolahnya dengan tepat sebelum dikonsumsi.

Baca juga: Pentingnya Asupan Nutrisi bagi Ibu Hamil dan Janin

ilustrasi risiko hipotensi kehamilan pada bayi yang perlu diwaspadai.Unsplash/Juan Encalada ilustrasi risiko hipotensi kehamilan pada bayi yang perlu diwaspadai.

Apakah aman untuk ibu hamil?

Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Oxford Acamedic berhasil menganalisis efek singkong pada janin dengan menggunakan hamster sebagai bahan percobaan. 

Satu kelompok hamster diberi makan singkong manis dan pahit.

Satu kelompok hamster lainnya diberikan makanan yang mirip dengan komposisi yang terdapat pada singkong, tetapi tanpa glikosida sianogenik.

Hasil penilitian menunjukkan bahwa janin dari hamster yang diberi makan singkong terlahir dengan ukuran yang lebih kecil, beratnya lebih ringan, dan mengalami masalah tulang.

Sebuah studi lain yang dipublikasikan di Wiley Online Library juga melakukan penelitian serupa.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com