Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sembuhkan Chikungunya, Aisiah Pilih "Obat Sakit Kepala"

Kompas.com - 16/04/2008, 09:05 WIB

TAK banyak yang bisa dilakukan Aisiah (43) beberapa hari belakangan ini. Buruh cuci asal Ciledug, Tangerang itu harus rela mendekam di dalam rumah, dan tegolek lemas. Mencuci pakaian kotor  yang menjadi sumber nafkah untuk menghidupi keempat anaknya pun, harus ditinggalkan.

Saat ditemui dirumahnya yang terletak di RT 03 RW 14 Kelurahan Karangtengah, Tangerang, Aisiah cuma bisa duduk saat bersalaman. Sulit baginya menggerakan kaki untuk berdiri. Kondisi ini sudah dialaminya dalam empat hari terakhir. "Sendi-sendinya sakit semua. Jadi ibu cuma bisa tidur," ujarnya lirih.

Gejala chilkungunya yang dialami Aisiah ternyata juga dialami sang suami. Soprin (50) sedikit lebih beruntung. Ia masih bisa berjalan meskipun terlihat lemas. Tapi tetap, ia pun harus melupakan pekerjaannya sebagai buruh bangunan. Keduanya terpaksa berdiam di rumah, tanpa tahu kapan bisa kembali mencari uang. "Mungkin seminggu lagi baru bisa kerja," ujar Soprin.

Pasangan ini adalah dua orang dari puluhan warga RT 03 RW 14 Kelurahan Karangtengah Kabupaten Karangtengah Tangerang yang terserang gejala chikungunya sejak satu bulan terakhir ini. Aisiyah menuturkan, awalnya sekujur badan terasa meriang, dan juga setiap persendiannya terasa sakit. Berharap hanya flu biasa, Aisiah lalu membeli obat sakit kepala di kios kecil dekat rumahnya. Lebih praktis dan murah, pikirnya. "Rumah sakit kan mahal," katanya.

Tidak ke dokter? Pikiran itu tak pernah melintas di hati Sopri dan Aisiah. Ya, kondisi ekonomi pasangan suami istri ini sangat minim. Tawaran pekerjaan datang tak menentu, tergantung nasib baik."Nggak tentu. Kalau ada yang minta baru kerja," ujar Aisiyah yang mengaku lebih sering nganggur ketimbang dapat tawaran kerja.

Mereka berharap Pemerintah mau membantu. Paling tidak mempermudah keinginan mereka agar bisa dirawat di rumah sakit, supaya cepat sembuh dan dapat kembali mencari nafkah. "Kita minta ada perhatian dari atasan (pemerintah) untuk orang kecil seperti kita. Rumah sakit besar kita nggak sanggup," harap Soprin.

Sayangnya, seruan itu menjadi ironi. Jangankan pemerintah pusat, Ketua Rt setempat, Suradal pun mengaku tidak tahu kalau ada warganya yang terserang chikungunya. Padalah kejadian ini sudah terjadi selama sebulan terakhir. "Saya nggak tahu, Belum ada laporan yang masuk. Nggak ada tu warga saya yang kena chikungunya," ujar Suradal ringan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com