Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hak Sehat Warga Miskin Masih Terabaikan

Kompas.com - 25/02/2009, 19:39 WIB

JAKARTA, RABU - Meskipun telah ada program Jaminan Kesehatan Masyarakat/Jamkesmas, warga miskin yang sedang sakit masih saja terabaikan dan masih harus membayar biaya perawatan di rumah sakit. Adanya penolakan terhadap pasien Jamkesmas merupakan sinyal kegagalan.

"Karena itu kami menyarankan agar pemerintah segera mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional agar jaminan kesehatan terlaksana menyeluruh dan terpadu," kata Ade Irawan, Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Rabu (25/2).  

ICW telah melakukan riset kesehatan untuk melihat gambaran pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Riset menggunakan metode Citizen Report Card yang menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif. Riset dilakukan di empat kota: Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Dengan populasi sejumalh 579.192 peserta Jamkesma terdaftar di PT Askes, didapat 868 responden secara acak.  

Ratna Kusuma, peneliti ICW menyatakan, dari riset tersebut didapat bahwa data peserta Jamkesmas masih belum akurat. Dari 868 responden terdaftar yang dipilih secara acak itu, 12,4 persen tidak memiliki kartu. Ada pula 3 persen meninggal dunia, pindah alamat 3,1 persen, nama tidak dikenal 9,9 persen serta sebanyak 22,1 persen responden tidak dapat veri fikasi.  

Temuan ini jelas menunjukkan tidak ada pembaruan data dari pemerintah daerah. Seharusnya kuota peserta yang telah meninggal atau pindah alamat bisa dipindahalihkan kepada masyarakat miskin lainnya yang membutuhkan, kata Ade Irawan.

Sosialisasi Jamkesmas dinilai belum optimal. 25,8 persen dari responden tidak mengetahui apa itu Jamkesmas. Hal ini berimbas pada pengetahuan responden tentang manfaat dari Jamkesmas. Rata-rata 80 persen responden tidak tahu manfaat dari kartu Jamkesmas.

Informasi yan g diperoleh sebagian besar (42,6 persen) dari Ketua RT/RW yang informasinya kurang menyeluruh. Hanya 3 persen responden yang menjadikan televisi dan koran sebagai sumber informasi Jamkesmas. Hal ini menunjukkan kampanye besar-besaran oleh Menteri Keseha tan melalui media elektronik dan cetak belum efektif.

Yang di televisi itu jangan cuma sosialisasi keberhasilan, tapi perlu dijelaskan dengan detail pula apa itu Jamkesmas dan bagaimana cara menggunakan kartunya. Juga perlu dibuat bagaimana mekanisme komplain soal Jamkesmas ini, kata Ade Irawan.  

Pemegang kartu Jamkesmas yang masih dikenai biaya adalah Tri Angga, warga Margahayu, Bekasi Timur yang mengalami kecelakaan dan kakinya patah. Kakak Tri Angga, Nining menjelaskan, di RS Bakti Kartini Bekasi, biay a operasi pemasangan pen sebesar Rp 20 juta, dan keluarga mereka hanya diberi keringanan Rp 6 juta.

"Yang Rp 14 juta harus kami bayar walaupun kami pakai kartu Jamkesmas. Jadi gunanya kartu itu apa," keluh Nining.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com