Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Singosari dan Majapahit Memilih Biting?

Kompas.com - 20/09/2011, 13:22 WIB

   Secara geografis, kawasan Biting datar sehingga lebih mudah membangun infrastruktur kota. Wilayah itu juga relatif aman dari jangkauan letusan Gunung Semeru dan Gunung Lamongan di Lumajang.

   Wilayah itu dikelilingi Sungai Bondoyudo di sisi utara, Sungai Winong (timur), Sungai Cangkring (selatan), dan Ploso (barat). Sungai sebagai benteng alami jelas temuan yang cerdik.

   Keberadaan Kerajaan Lamajang juga disebut dalam Prasasti Kudadu (1294), berisi perjanjian Raden Wijaya dengan Narariya Madura Adipati Wiraraja alias Banyak Wide. Wiraraja bahkan bersedia membantu Wijaya menghancurkan Jayakatwang dari Kerajaan Gelang-gelang (Kediri) dan tentara Tartar.

   Wijaya menang dan mendirikan Kerajaan Majapahit dengan pusatnya di Mojokerto. Arya Wiraraja mendapat hadiah di wilayah timur, di Lamajang.

   Wijaya meninggal dan digantikan Jayanegara, lantas dilanjutkan Tribuwana Tunggadewi. Pada masa dua raja ini, stabilitas Majapahit terkoyak. Terjadi pemberontakan raja-raja kecil, termasuk Lamajang yang dikenal dengan Perang Paregrek.

   Peristiwa safari Raja Hayam Wuruk, pengganti Tribuwana Tunggadewi, ke pelbagai daerah, seperti Krepa (Panarukan), Puger (Jember), Balitar (Blitar), dan Lamajang sebagaimana tercatat dalam kitab Negarakertagama, menurut Dwi, salah satu tujuannya adalah melakukan reintegrasi dalam kerangka doktrin politik: Amukti Palapa. Suatu doktrin yang berbenang merah dengan Cakrawala Manggala Jawa, lalu disambung Raja Kartanegara dari Singasari dengan Cakrawala Manggala Nusantara.

   Kerajaan Lamajang masih menjadi salah satu pusat pemerintahan penting sampai abad XVII. ”Lamajang menjadi wilayah yang diperebutkan Mataram dengan Bali,” kata Aminuddin. HJ De Fraaf dalam buku Puncak Kekuasaan Mataram mencatat perang Mataram versus Bali terjadi sekitar tahun 1635.

   Masyarakat Biting punya versi sendiri tentang situs tersebut. Situs itu dianggap peninggalan Kerajaan Lamajang dengan rajanya, Prabu Menak Koncar. Ada yang mengatakan nama Menak Koncar ini adalah Nambi, anak Arya Wiraraja. Namun, dalam Negarakertagama atau Serat Ronggolawe disebutkan, Nambi adalah menteri pada zaman Majapahit.

   Menak Koncar, yang memiliki guru Sayid Abdurrahman, dikuburkan di kompleks pekuburan di Biting bersama Arya Wiraraja, Ratu Majapahit Kencono Wungu, beserta menterinya, Patih Lugender, dan Damarwulan, duta Majapahit untuk mengalahkan pemberontak Adipati Menakjinggo dari Blambangan.

   Bentuk kuburan mereka layaknya kubur seorang Muslim yang dikelilingi bata kuno, sebagaimana pos pangingukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com