"Makanya, kedai ini cuma ada satu orang saja untuk mengontrol kualitas kopi," tambahnya.
Baca juga: Cerita Art In A Cup Starbucks dan Harapan untuk Kopi Sumatra
Berawal dari keprihatinan
Keprihatinan Rudi akan matinya budidaya kopi di kampung halamannya, membuat dia bertekad untuk mendirikan kedai ini.
Desa Bremi yang terletak di sekitar kaki Gunung Argopuro ini merupakan sentra kopi yang besar.
Sayangnya, faktor ekonomi membuat semangat petani untuk budidaya kopi semakin surut.
"Awalnya desa ini adalah sentra kopi. Tapi, diubah menjadi perkebunan kayu," ungkap Rudy.
Para petani menganggap budidaya tananam kayu lebih menjanjikan dari segi ekonomi. Inilah yang membuat tanaman kopi menjadi sedikit.
Pria yang telah berkeliling Indonesia demi kopi ini merasa prihatin akan nasib budidaya kopi di kampung halamannya.
Oleh karena itu, ia menghentikan 10 tahun petualangannya untuk belajar kopi demi memajukan varietas kopi di tanah kelahirannya.
"Saya sudah keliling Indonesia untuk belajar kopi. Lalu, saya mikir, kenapa enggak saya hidupkan kopi di tempat saya sendiri," ucapnya.
"Saya juga bekerja sama dengan Dinas Perkebunan dan Kehutanan setempat. kebetulan tanah yang bisa ditanami kopi ini wilayahnya Perhutani," ucapnya.
Setiap minggu, Rudy juga memberi semacam workshop kepada para petani kopi demi memperoleh hasil yang maksimal.
Alhasil, ribuan kelompok tani dari berbagai kota pun telah bergabung dengannya.
"Yah, kedai kopi ini juga jadi sekertariat kelompok tani. Jadi, bukan hanya sekedar tempat minum kopi," ucapnya.
Usaha yang tak sia-sia