Meski dikenal sejak zaman Majapahit, namun perkembangan batik mulai menyebar pesat sejak memasuki daerah Surakarta dan Yogyakarta. Hal itu tampak dari perkembangan batik di Mojokerto dan Tulung Agung yang nantinya banyak dipengaruhi corak batik Solo dan Yogyakarta.
Tak hanya di Jawa, batik sesungguhnya juga dijumpai di daerah lain di Tanah Air, seperti Sumatera, Bali, Sulawesi, hingga Papua. Setiap batik memiliki ciri khas masing-masing yang unik dan punya sejarah yang panjang.
Semua batik yang dihasilkan jaman dulu adalah batik tulis. Daerah perbatikan lama yang bisa kita lihat sekarang ialah daerah Kauman yaitu Kepatihan Wetan sekarang dan dari sini meluas ke desa-desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono, dan Ngunut.
Sementara batik cap baru dikenal sekitar setelah perang dunia pertama tahun 1920 di Ponorogo dan dibawa oleh seorang keturunan Tionghoa bernama Kwee Seng dari Banyumas.
Daerah Ponorogo awal abad ke-20 terkenal dengan batik pewarnaan nila yang tidak luntur. Itulah sebabnya pengusaha-pengusaha batik dari Banyumas dan Solo banyak memberikan pekerjaan kepada pengusaha-pengusaha batik di Ponorogo.
Teknik pembuatan batik tersebut turut memengaruhi waktu pembuatannya. Batik tulis, misalnya, memerlukan waktu pembuatan sekitar 2-3 bulan. Sedangkan batik cap cenderung lebih cepat dengan hanya sekitar 2-3 hari saja.
Bahkan, seiring berkembangnya zaman muncul pula batik-batik cetak mesin (printing). Soal harga, batik printing cenderung lebih murah daripada batik tulis dan cap karena proses produksinya yang lebih singkat dan mudah karena menggunakan mesin.
Banyak orang menganggap batik printing bukanlah batik karena kain batik adalah membuat pola dengan menutup sebagian desain untuk memberi warna. Sedangkan pada batik printing, bagian utama itu tidak dilakukan.
Baca juga: Batik Apakah yang Anda Kenakan Hari Ini?
Batik sendiri tak hanya dikenal di dalam negeri. Pada 1817 batik mulai dikenal di Eropa seiring dengan terbitnya buku History of Java, karya Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Inggris yang pernah bertugas di Jawa, yang di dalamnya terdapat kisahkan tentang batik.
Kemudian pada 1873, seorang saudagar menyumbangkan batik Jawa ke Museum Etnik di Rotterdam, yang didapatkannya saat berkunjung ke Tanah Jawa.