Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/05/2019, 17:00 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber Gizmodo

 

Ada beberapa perdebatan yang lalu muncul tentang apa yang sebenarnya memenuhi syarat sebagai makanan olahan.

Namun, Hall dan timnya memutuskan untuk mematuhi pedoman yang dikembangkan oleh PBB.

PBB menetapkan, makanan olahan adalah makanan yang diproses lewat pemrosesan industri sebelum berakhir di piring makan.

Contoh sarapan dengan makanan olahan termasuk pancake, sosis dan kentang goreng.

Sementara sarapan yang sebagian besar tidak diproses mengandung blueberry, kacang mentah dan oatmeal.

Makanan olahan agak mirip pornografi, sulit untuk didefinisikan, tetapi kita akan mengetahuinya ketika kita melihatnya,” kata Hall.

Baca juga: 4 Pembeda yang Bikin Wanita Sulit Turun Berat Badan Dibanding Pria

Para ahli gizi menyusun makanan untuk setiap pola makan dan mendesainnya supaya sesuai dengan total kalori, serta makronutrien seperti lemak dan gula, sodium, dan serat.

Namun yang penting, para sukarelawan diminta untuk makan sebanyak atau sedikit mungkin yang mereka inginkan.

Mereka juga bisa makan cemilan yang disediakan. Setiap orang mempunyai opsi untuk makan hingga dua kali lebih banyak dari kalori harian.

Pertimbangannya adalah karena mungkin mereka ingin mempertahankan berat badan saat itu.

Hasil akhirnya sangat mengejutkan.

Pada pola makan dengan makanan olahan, dengan para sukarelawan makan rata-rata 500 kalori ekstra sehari, mereka mendapatkan lemak tubuh ekstra, dan kenaikan berat badan sekitar 0,5 kg dalam dua minggu.

Sementara, mereka yang menjalankan pola makan dengan makanan non-olahan kehilangan lemak tubuh dan menurunkan berat badan dalam jumlah yang sama.

Hasil penelitian ini diterbitkan di Cell Metabolism. Temuan tersebut tampak jelas menunjukkan hasil.

Baca juga: Benarkah Puasa Dapat Menurunkan Berat Badan?

Namun Hall mengatakan, belum jelas mengapa orang cenderung makan berlebihan, ketika menjalankan pola makan dengan makanan olahan.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak ahli tertarik pada gagasan sederhana dan intuitif.

Mereka menduga, makanan olahan yang cenderung lebih kaya lemak, gula, dan garam, menyebabkan jenis makanan ini lebih berpotensi berkontribusi atas kenaikan berat badan, obesitas, dan gangguan metabolisme.

Tetapi mengingat desain penelitian ini, penjelasan tersebut sepertinya tidak cukup.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com