Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Bhineka Literasi Nutrisi Jadi Ancaman Integrasi

Kompas.com - 13/10/2019, 13:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Di Indonesia sendiri, menurut Riset Kesehatan Dasar 2018 tercatat proporsi balita kegemukan 11,8%. Dengan rentang 8,5% di NTB dan 15% di Papua.

Sementara prevalensi obesitas dewasa di atas 18 tahun juga meningkat dari 14,8% pada 2013 jadi 21,8% di tahun 2018, paling tinggi di propinsi Sulawesi Utara 30,2% diikuti DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Papua Barat.

Kabar baiknya, cakupan ASI eksklusif kita sebesar 37,2% masih lebih baik dari China - walaupun masih jauh dari target WHO: minimal 50%.

Berkaca dari angka-angka di atas dan perjalanannya, barangkali kita harus mulai melakukan introspeksi sekaligus kerja keras tanpa harus kunjungan kerja ke negri China – yang bisa jadi hanya berkeliling di tempat yang salah, dan mengambil potret yang keliru.

Sebab bicara soal nutrisi dan gaya hidup, dampak global adalah jawabannya. Dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan ekonomi (sekaligus kebutuhan) keluarga, maka ada nilai tradisi yang luntur serta keutamaan yang hilang.

Baca juga: Mimpi Sehat Gaya Teknokrat dan Birokrat, Mungkinkah?

Budaya China mengenal ‘zuo yuezi’ – yaitu saat seorang perempuan pasca melahirkan selama 30 hari tidak boleh keluar rumah, yang sebetulnya rentang waktu bukan hanya untuk memulihkan diri tetapi juga membiasakannya mengurus anak termasuk menyusui.

Di tanah air, mungkin mirip budaya Jawa ‘selapanan’ yang khusus dihajatkan setelah 35 hari kelahiran sang bayi – hanya saja penekanan lebih pada ritual dan doa-doa harapan masa depan bayinya, bukan tentang bagaimana pengasuhan seharusnya.

Budaya praktis yang dibawa era baru ekonomi dan teknologi yang dikunyah mentah-mentah, membuat masalah baru.

Literasi soal hidup sehat campur aduk bahkan terjadi kekacauan berjenjang. Tayangan-tayangan iklan yang murni bicara bisnis memamerkan cara hidup baru.

Begitu meyakinkannya, hingga orang-orang dengan edukasi tinggi tapi minim nalar kesehatan ikut terlena dan masuk ke dalam arus deras industri kemasan berisi makanan dan minuman.

Pasar tradisional berganti rupa menjadi swalayan mewah dan gerai-gerai pusat jajan yang menjual aneka pengisi perut model baru, memberi lapangan kerja baru sekaligus masalah baru.

Baca juga: Kemopreventif, Kemoterapi, Kemopaliatif: Mana yang Tepat?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com