Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr.Retha Arjadi, M.Psi
Psikolog

Retha Arjadi adalah psikolog klinis yang aktif berpraktik di Kalea dan International Wellbeing Center. Dalam praktiknya, ia berfokus pada penanganan berbagai masalah psikologis yang dialami oleh klien berusia dewasa. Selain berpraktik, ia juga mengajar sebagai dosen honorer di Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Kedukaan dan Pandemi Covid-19

Kompas.com, 19 Agustus 2021, 09:50 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Dr. Retha Arjadi M.Psi

BERITA duka datang silih berganti selama pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 telah memasuki tahun kedua dan masih belum menunjukkan tanda-tanda akan usai dalam waktu dekat.

Berita kematian yang dulunya mungkin hanya dilihat di berita, kini dapat hadir dalam lingkaran orang-orang terdekat. Kedukaan pun menjadi sesuatu yang mungkin tidak terhindarkan.

Penelitian berjudul “Grief Before and During the COVID-19 Pandemic: Multiple Group Comparisons” yang ditulis oleh Maarten Eisma dari University of Groningen dan Aerjen Tamminga dari Psychologen Nederland, Belanda, dan dipublikasikan di Journal of Pain and Symptom Management pada akhir tahun 2020, menjelaskan bahwa secara umum level kedukaan yang dialami seseorang karena ditinggal meninggal oleh orang terdekat sebelum pandemi dan saat pandemi tidaklah berbeda secara signifikan.

IlustrasiSHUTTERSTOCK Ilustrasi
Namun demikian, dalam kedukaan yang dirasakan saat pandemi Covid-19, reaksi awal yang muncul bisa jadi cenderung lebih berat, diduga karena ada kontribusi dari krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 itu sendiri.

Baca juga: Ekpresikan Duka di Medsos Boleh Dilakukan, asal Sadar Risikonya

Temuan ini sebetulnya masuk akal, mengingat pandemi Covid-19 membawa tekanan dan tantangan tersendiri, yang berbeda dengan situasi sebelum pandemi Covid-19.

Terlepas dari terjadi pada saat pandemi Covid-19 maupun tidak, pada umumnya, kedukaan diawali dengan rasa kaget mengenai kehilangan yang dialami.

Untuk beberapa saat, rasa kaget tersebut dapat membuat orang yang berduka merasa pengalaman kehilangan tersebut seperti tidak nyata, dan masih perlu diproses seiring berjalannya waktu.

Suasana pemakaman jenazah Covid-19 di TPU Rorotan, Jakarta Utara, Kamis (24/6/2021). Dari tiga hektar lahan tempat pemakaman Covid-19, sudah terisi hingga 900 petak. Hingga siang petugas TPU Rorotan memakamkan tak kurang dari 50 jenazah Covid-19.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Suasana pemakaman jenazah Covid-19 di TPU Rorotan, Jakarta Utara, Kamis (24/6/2021). Dari tiga hektar lahan tempat pemakaman Covid-19, sudah terisi hingga 900 petak. Hingga siang petugas TPU Rorotan memakamkan tak kurang dari 50 jenazah Covid-19.

Setelah kekagetan mereda, perasaan duka seolah baru dapat mulai membuncah keluar. Setiap orang dapat memiliki pengalaman berduka yang berbeda, tetapi kedukaan biasanya ditandai dengan kemunculan berbagai emosi, seperti rasa sedih, marah, tidak terima, dan terkadang bisa juga disertai dengan rasa bersalah kepada orang yang meninggal karena alasan tertentu.

Begitu pula, terlepas dari konteks pandemi Covid-19 ataupun tidak, memberi waktu yang cukup dan tidak memburu-buru diri untuk berduka adalah hal penting yang perlu diperhatikan saat menghadapi kedukaan.

Standar waktu yang cukup ini sangat mungkin berbeda antara satu orang dengan orang lain, karena kedukaan adalah sesuatu yang sifatnya sangat personal.

Baca juga: 6 Cara Sembuhkan Duka akibat Kehilangan Orang Tersayang

Terasa lebih berat

Adapun krisis yang dibawa oleh pandemi Covid-19 dapat membuat berbagai emosi yang muncul terkait kedukaan menjadi lebih kuat atau terasa lebih berat, terutama di masa-masa awal, seperti ditunjukkan oleh hasil penelitian yang telah disampaikan sebelumnya.

Menyadari ini sangatlah penting, agar dapat dilakukan penyesuaian yang diperlukan dalam menghadapi kedukaan tersebut sesuai porsinya. Terkait waktu misalnya, bisa jadi, diperlukan waktu yang lebih panjang untuk memproses kedukaan tersebut.

Selain terkait waktu, penting juga untuk bisa mengungkapkan kedukaan dengan cara yang dirasa nyaman dan tidak destruktif. Cara yang biasanya membantu adalah bicara dengan orang lain yang dianggap nyaman untuk diajak bicara mengenai hal ini.

Terkadang, orang yang sedang berduka lebih suka menyendiri. Ini sebetulnya wajar dan boleh dilakukan, namun perlu diimbangi dengan berinteraksi dengan orang lain, agar tidak kebablasan ke arah mengisolasi diri secara berlebihan, yang malah dapat membuat proses berduka menjadi lebih berat.

Baca juga: Sehat Mental Melalui Kesejahteraan Spiritual di Era Pandemi

Halaman:


Terkini Lainnya
Bukan Jarang Bertengkar, Ini Satu Tanda Hubungan Sehat yang Sering Terlewat Menurut Psikolog
Bukan Jarang Bertengkar, Ini Satu Tanda Hubungan Sehat yang Sering Terlewat Menurut Psikolog
Relationship
Lebih Ringan dan Resposif, Puma Andalkan Teknologi Nitrofoam untuk Sepatu Lari
Lebih Ringan dan Resposif, Puma Andalkan Teknologi Nitrofoam untuk Sepatu Lari
Wellness
Mengenal Hydroxyapatite, Kandungan Pasta Gigi yang Bisa Memperkuat Enamel
Mengenal Hydroxyapatite, Kandungan Pasta Gigi yang Bisa Memperkuat Enamel
Wellness
Michael Kors Hadirkan Nuansa Liburan Musim Dingin yang Glamour
Michael Kors Hadirkan Nuansa Liburan Musim Dingin yang Glamour
Fashion
Tips Memilih Pasta Gigi yang Aman, Termasuk Pilih yang Bisa Mencegah Plak
Tips Memilih Pasta Gigi yang Aman, Termasuk Pilih yang Bisa Mencegah Plak
Wellness
Rita Berhasil Turunkan Berat Badan Tanpa Olahraga Berat, Dimulai dari Mengubah Pola Makan
Rita Berhasil Turunkan Berat Badan Tanpa Olahraga Berat, Dimulai dari Mengubah Pola Makan
Wellness
Bisakah Obat Kumur dan Benang Floss Menggantikan Pasta Gigi?
Bisakah Obat Kumur dan Benang Floss Menggantikan Pasta Gigi?
Wellness
Ice Facial Viral di Media Sosial, Ini Manfaat dan Cara Aman Melakukannya
Ice Facial Viral di Media Sosial, Ini Manfaat dan Cara Aman Melakukannya
Wellness
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Perhatikan 3 Hal Ini Saat Membeli Perhiasaan Emas, Jangan Sampai Rugi
Fashion
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
Parenting
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
6 Zodiak yang Bisa Menikmati Waktu Sendiri Tanpa Kesepian, Ada Aquarius
Wellness
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
4 Zodiak Dikenal Paling Penyayang pada Hewan Peliharaan, Siapa Saja?
Wellness
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Tips Mix and Match Kebaya Encim, Warna Kontras Bikin Lebih Hidup
Fashion
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Luna Maya Pilih Olahraga Pagi demi Kebugaran dan Kesehatan Mental
Wellness
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Menjajal Facial Brightening untuk Wajah Tampak Cerah dan Segar
Beauty & Grooming
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau