Penulis
KOMPAS.com - Trauma masa kecil yang terpendam bisa jadi merupakan coping mechanism yang dilakukan otak kita.
Hal ini membuat kita tidak mengingat pengalaman traumatis tersebut meskipun bukan berarti hilang begitu saja.
Dampaknya mungkin saja dirasakan secara fisik, mental maupun dalam bentuk perilaku sehari-hari.
Baca juga: Trauma Gempa Malang? Begini Cara Orangtua Dampingi Anak Saat Bencana
Sering kali, kondisi ini membuat kita merasa ada hal yang tidak beres di dalam diri namun sulit memahami penyebabnya.
Otak kita bekerja untuk memproses dan menyimpang ingatan atas setiap kejadian dalam hidup.
Seiring waktu, otak juga memutuskan sendiri mana yang layak disimpan, dihapus, dipendam, atau dikekang.
Hal ini dipengaruhi oleh stres dan ketakutan yang dialami sehingga otak membedakan mana peristiwa yang diingat dengan jelas dan tidak.
Baca juga: Kenapa Kenangan Buruk Lebih Mudah Terngiang di Ingatan?
Ada yang dilupakan sebagai upaya perlindungan diri sehingga kita bisa move on dan melanjutkan hidup.
Namun ada juga yang dilupakan sehingga tidak memberikan bekas negatif yang signifikan.
Di sisi lain, para peneliti juga berpendapat jika kita jarang sekali melupakan trauma yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan bahwa kenangan yang pulih tidak selalu akurat.
Trauma masa kecil memberikan dampak emosional pada seseorang hingga dewasa.
Dalam beberapa kasus, penyebabnya tidak diketahui meskipun gejalanya dapat dikenali.
Sering kali, gejalanya akan terjadi atau memburuk ketika kita sedang stres.
Beberapa tanda-tanda trauma masa kecil yang terpendam antara lain:
Kita mungkin merasa tidak aman di dekat orang yang baru dikenal karena mengingatkan pada seseorang di masa lalu yang menyebabkan trauma.
Pertengkaran orangtua bisa memicu trauma masa kecil pada anak yang terpendam hingga dewasa.Mekanisme ini sebagai upaya otak untuk menyuruh kita melawan atau meninggalkan situasi yang tidak nyaman itu.
Hal ini biasanya dibarengi dengan peningkatan detak jantung dan perasaan mual.
Baca juga: Trauma Masa Kecil Picu Toxic Relationship Johnny Depp dan Amber Heard
Gejalanya seperti berbicara dengan suara seperti anak kecil, menunjukkan sikap keras kepala, dan memiliki ledakan emosi yang sulit untuk dikendalikan.
Berada di luar zona nyaman memicu perubahan emosi yang ekstrem secara terus-menerus sehingga mengganggu kehidupan atau hubungan sehari-hari.
Mungkin saja ada pengalaman buruk di masa kecil yang menjadi penyebabnya.
Orang dengan trauma masa kecil bisa jadi memiliki emosi yang tidak terkontrol atau malah mati rasa.
Beberapa juga merasa sulit untuk mengidentifikasi mengapa mereka merasa mudah tersinggung, stres, atau marah.
Baca juga: 5 Bahaya Trauma pada Remaja
Fobia sering kali dianggap sama dengan rasa takut. Padahal keduanya sangat berbeda.Misalnya, ketika berada di lift, ruang kecil serupa lainnya dapat menyebabkan kecemasan atau kepanikan.
Baca juga: Cara Sikapi Turbulensi di Pesawat Agar Tak Picu Trauma
Masalah harga diri bisa jadi perwujudan ketakutan dihakimi, takut tidak bisa menyenangkan orang lain, tidak memiliki batasan pribadi atau kurang apresiasi diri.
Frustrasi, kecemasan sosial, dan ketidakpercayaan juga dapat terjadi dengan kondisi ini.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang dengan trauma masa kanak-kanak awal mungkin rentan untuk mengembangkan rasa sakit atau penyakit kronis di kemudian hari.
Baca juga: Trauma dan Kekerasan Masa Kecil Tingkatkan Risiko Sakit Jantung
Dalam banyak kasus, orang yang seharusnya mengasuh anak justru malah menyakiti.
Hal ini dapat menyebabkan perubahan dalam pengembangan kepercayaan yang mengarah pada rasa takut ditinggalkan.
Baca juga: Trauma Masa Kecil Pengaruhi Cara Kita Mengatasi Konflik dalam Hubungan
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang