Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengumpat adalah Tanda Orang Cerdas? Cek Faktanya...

Kompas.com - 01/11/2022, 14:45 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Walau mengumpat atau melontarkan kata-kata kotor bukan hal yang baik dilakukan, kebiasaan ini dipandang sebagian orang sebagai tanda kecerdasan.

Mereka percaya bahwa orang yang suka mengumpat memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata karena perbendaharaan katanya lebih banyak daripada orang lain.

Walau anggapan tersebut terdengar sebagai "kabar bahagia", kalian yang suka mengumpat jangan senang terlebih dahulu.

Pasalnya, peneliti mempunyai pandangan tersendiri di balik hubungan kebiasaan mengumpat dengan tingkat kecerdasan orang.

Baca juga: 5 Pertanyaan untuk Menguji Kecerdasan Emosional Diri Sendiri

Apakah itu?

Benarkah mengumpat menandakan orang yang pintar?

Peneliti sepertinya tidak begitu percaya dengan klaim bahwa kebiasaan mengumpat berbanding lurus dengan tingkat kecerdasan orang.

Untuk membuktikan klaim ini, peneliti sempat melakukan studi pada tahun 2015 yang hasilnya dipublikasikan ke ScienceDirect.

Dalam hal ini, peneliti membandingkan kefasihan orang secara umum dalam berbahasa menggunakan Controlled Oral Word Association Test (COWAT).

Indikator yang diteliti oleh mereka adalah kefasihan orang dalam mengucapkan kata-kata tabu dan binatang.

Awalnya, peneliti meminta responden studi untuk mencari kata-kata umpatan yang dimulai dari satu huruf berdasarkan pilihan peneliti.

Baca juga: Tanda Sederhana yang Gambarkan Kecerdasan Anak

Setelah itu, peneliti memberikan tes kedua di mana responden diminta membuat daftar kata-kata umpatan dari suatu huruf.

Yang terakhir, responden diarahkan untuk membuat membuat daftar hewan yang namanya dimulai dari suatu huruf.

Setelah serangkaian tes dilakukan, peneliti mendapati temuan bahwa responden yang menguasai banyak kata semakin fasih melontarkan umpatan.

Ini artinya, semakin banyak kata-kata kotor yang dikuasai, orang lebih mudah untuk mengumpat.

Kendati demikian, psikolog kesehatan Cleveland Clinic, Grace Tworek, PsyD, mengatakan hubungan sebab-akibat dari studi tersebut tidak berbanding lurus.

Maksudnya, penyebab mengapa orang dapat berkata-kata kasar tidak bisa memastikan bahwa mereka memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata.

Dengan cara yang sama, tidak ada cukup bukti untuk menunjukkan hubungan sebab-akibat antara kata-kata kotor dan kekuatan otak.

Tak hanya itu, peneliti yang melakukan studi ini menggunakan konsep yang terlalu kompleks untuk ditentukan berdasarkan variabel tunggal.

Baca juga: Temuan Studi: Covid-19 Dapat Menurunkan Kecerdasan

"Korelasi tidak sama dengan sebab akibat, berarti Anda tidak dapat membuat kesimpulan tentang sebab dan akibat berdasarkan hubungan sederhana antara dua hal," kata Tworek.

"Saya pikir jika kita akan melakukan penilaian kecerdasan yang adil, Anda benar-benar membutuhkan neuropsikologi secara penuh."

Bisa dibilang, kebiasaan mengumpat sebenarnya tidak membuktikan kecerdasan orang, namun seberapa banyak kata yang mereka kuasai.

Apakah mengumpat ada manfaatnya?

Ada berbagai literatur tentang manfaat mengumpat yang bersifat teoritis. Tapi, apakah kebiasaan ini memiliki manfaat?

1. Kejujuran

Mengucapkan kata-kata tidak pantas ternyata berkorelasi positif dengan kejujuran dan integritas menurut tiga studi tahun 2017 yang berbeda.

2. Kreativitas

Peneliti menemukan korelasi positif yang sama antara umpatan dan kreativitas seperti yang mereka temukan antara umpatan dan kecerdasan.

Dokter juga mengamati bahwa orang yang mengalami afasia (gangguan berkomunikasi) setelah stroke seringkali mempertahankan kemampuannya untuk mengumpat.

Di sini, ada banyak alasan yang mungkin terjadi.

Salah satu teorinya adalah mengumpat dan kata-kata kotor tersimpan di sisi kanan otak.

Orang biasanya menganggap sisi kanan otak sebagai sisi kreatif. Oleh karena itu, mengumpat menjadi salah satu tanda kreativitas.

3. Meningkatkan toleransi nyeri

Pada tahun 2009, Neuroreport sempat melakukan studi untuk mengetahui ambang batas nyeri dingin (cold-pressor pain threshold/CPT) terhadap responden.

Pada dasarnya, CPT adalah tes dengan cara memasukkan tangan ke dalam air sedingin es dan menahannya di dalam selama mungkin.

Dalam hal ini, setengah responden diminta untuk melontarkan kata-kata umpatan sementara setengah sisanya mengulangi kata-kata yang netral.

Studi tersebut menunjukkan bahwa responden yang suka mengumpat ternyata kuat menahan tangan mereka ketika CPT dan menganggap tes ini tidak begitu menyakitkan secara keseluruhan.

Namun, studi Journal of Pain tahun 2011 mendapati temuan yang berbeda dengan studi Neuroreport.

Studi Journal of Pain menemukan fakta bahwa orang yang suka mengumpat memiliki toleransi terhadap rasa sakit dan daya tahan yang semakin rendah.

Baca juga: Ukuran Pupil Mata Bisa Jadi Penanda Kecerdasan, Ini Penjelasannya

Studi Frontiers in Psychology tahun 2020 juga menelisik keterkaitan antara suka mengumpat dengan toleransi terhadap rasa sakit menggunakan CPT.

Studi tersebut digelar untuk membandingkan respons fisiologis orang yang mengucapkan empat kata berbeda selama CPT.

Empat kata yang dimaksud adalah "fuck", kata netral tanpa konotasi yang emosional, "fouch", dan "twizpipe".

Ada pun, kata ketiga dan keempat adalah kata umpatan baru yang dibuat-buat.

Selama tes, peneliti menemukan, responden yang mengucapkan kata "fouching twizpipes" selama CPT meningkatkan skor emosional dan humor di atas kata-kata netral.

Sayangnya kedua kata tersebut tidak mampu untuk mengurangi rasa sakit.

Menanggapi berbagai studi yang menelisik keterkaitan mengumpat dengan kecerdasan, Tworek meminta supaya orang tidak langsung percaya dengan temuan peneliti.

"Saya pikir hal terbesar yang saya ambil dari temuan ini adalah tidak membuat penilaian cepat tentang seseorang berdasarkan cara mereka menampilkan diri," ujar dia.

Perlu dipahami adalah mengukur kecerdasan bukanlah hal yang mudah dan tidak ada cara yang cepat untuk mengukurnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com