Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kulit Ikan Arapaima Sungai Amazon Jadi Produk Fashion Berkelanjutan

Kompas.com - 11/11/2022, 13:27 WIB
Dinno Baskoro,
Wisnubrata

Tim Redaksi

Sumber NYPost

Sehingga seorang nelayan lokal di sana, Jorge de Souza Carvalho dan peneliti akademis Leandro Castello bekerja sama di kawasan Mamiraua menemukan cara paling efektif dan aman untuk menghitung jumlah populasi di sepanjang kawasan lindung.

Mereka menemukan suatu hal yang unik dari spesies ikan raksasa ini. Misalnya ikan arapaima akan muncul ke permukaan air untuk bernapas setidaknya setiap 20 menit.

Kemudian nelayan dan para ilmuwan menghitung berapa banyak ikan yang memiliki ekor berwarna merah itu muncul di area tertentu.

Cara ini dinilai cukup efektif dalam memperkirakan jumlah atau berapa banyak ikan arapaima yang hidup di area tersebut.

Pemerintah setempat pun mengakui metode perhitungan ini sebagai salah satu cara menangkap ikan yang legal tanpa mengganggu populasinya.

Secara hukum, penangkapan yang diizinkan hanya sekitar 30 persen dari populasi setiap tahun.

Presentase 30 persen per tahun itu dimaksudkan agar populasi ikan arapaima dapat terus berkembang dan untuk mencegah penangkapan besar-besaran.

Sebagian besar kulit ikan itu nantinya akan dikirim ke badan usaha yang disebut Nova Kaeru untuk melalui proses penyamakan kulit yang kemudian siap untuk dirancang menjadi produk fashion.

Baca juga: Apa Itu Ikan Arapaima yang Sering Viral Saat Ditemukan Warga?

Dimulai dari awal yang sederhana

Di pinggiran kota Rio de Janeiro, Nova Kaeru merupakan salah satu tempat pengolahan kulit yang cukup terkenal.

Tahun ini saja, mereka sudah memproses sekitar 50.000 kulit ikan yang ditangkap secara legal.

Badan usaha yang tidak begitu besar ini didirikan Eduardo Filgueiras, seorang musisi lokal yang juga terlibat dalam bisnis kulit ikan untuk dijadikan produk fashion.

Sebelumnya, dia telah menggagas material dari kulit katak, namun lambat laun dia juga tertarik dengan keindahan kulit ikan arapaima yang sejauh ini jarang dimanfaatkan.

Kemudian dia memutuskan untuk mengambil kursus pengerjaan kulit dan mulai bereksperimen.

"Saya memulai ini tanpa modal besar. Saya membeli alat bekas dan menutupinya dengan fiberglass, mengadaptasi mesin cuci dan mulai mengembangkan kulit katak," katanya kepada The Associated Press.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com