Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Bukan Makanannya yang Harus Diinovasi, tapi Cara Penyampaian Pesannya

Kompas.com - 31/01/2023, 17:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Belum lama ini Presiden Joko Widodo menyerukan, agar posyandu tidak lagi menjadi ajang bagi-bagi produk ultraproses termasuk bubur instan.

Tak tanggung-tanggung, kepala daerah diberi peringatan untuk melakukan pengawasan karena saat ini posyandu berada di bawah pengasuhan ibu-ibu PKK, dengan pembinaan oleh puskesmas setempat.

Posyandu seyogyanya merupakan upaya dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Sekalipun sebenarnya mendapat bantuan operasional bersumber dari APBD dan Dana desa, dan kader juga ada yang mendapat insentif, ‘hidup’nya Posyandu terutama ditopang oleh dana jimpitan masyarakat, artinya sumbangan sukarela.

Baca juga: Pangan Asli yang Terinvasi

Penggunaan dana ini tentunya bisa dimanfaatkan antara lain untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT), yang semestinya menjadi contoh bagi para orangtua untuk membuatnya sendiri di rumah, agar asupan gizi anak tertopang selain Makanan Pendamping ASI (MPASI).

Sayangnya, di banyak tempat saat ini posyandu mendapat sorotan keras dari masyarakat yang telah melek gizi, karena menjadi sarana bagi-bagi produk kemasan yang nilai gizinya jauh dari kata baik, bahkan ajang promosi susu formula.

Menjadi pertanyaan besar, seberapa kompeten para kadernya bicara soal (minimal) gizi sederhana yang mestinya menjadi panutan para ibu di komunitasnya?

Bubur kacang hijau yang jadi ikon posyandu, sudah lama digeser aneka kemasan ultraproses yang tinggi gula, garam, lemak, dan sama sekali bukan merupakan konsumsi balita apalagi bayi.

Organisasi Pangan dan Agrikultur Perserikatan Bangsa-Bangsa (Food and Agriculture Organisation/ FAO) pada tahun 2019 telah merilis dokumen yang berjudul: Pangan Ultraproses, Kualitas Pola Makan dan Kesehatan, menggunakan sistem kualifikasi NOVA yang membagi produk pangan menjadi 4 kategori, yakni:

1. Pangan utuh/ sgear atau yang diproses dengan amat minimal (dibekukan, ditumbuk secara tradisional)

2. Bahan masak yang diproses seperti bumbu dapur kering, gula aren, minyak kelapa,dan sebagainya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke