Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simak, Tips Merelaksasi Pikiran Stres dengan Cepat

Kompas.com - 19/05/2023, 08:38 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Stres adalah salah satu bagian paling alami dari menjadi manusia dan respons stres bertujuan untuk membuat kita tetap hidup.

"Ratusan tahun yang lalu ketika kita menghadapi ancaman, kita lebih mampu bertahan hidup jika kita dapat mengaktifkan respons stres."

Demikian penuturan seorang psikolog dari NewYork-Presbyterian/Columbia University Irving Medical Center, Erin K. Engle, PhD.

"Peningkatan tekanan darah dan detak jantung, serta melambatnya proses pencernaan juga berarti lebih banyak energi yang dapat digunakan untuk melarikan diri dan bertahan hidup," jelas dia.

Saat ini, fungsi biologis tersebut masih tetap sama, namun sifat ancamannya sangat berbeda.

Menurut penelitian tahun 2022 yang diterbitkan dalam Yale Journal of Biology and Medicine, segudang tantangan yang mendorong orang melampaui batas kemampuannya telah mengubah stres menjadi krisis kesehatan masyarakat terbesar abad ini.

Tetapi, penelitian juga menunjukkan bahwa ketika kita belajar untuk merelaksasi pikiran, maka kita bisa mendapatkan kendali atas respons otomatis untuk menghadapi atau melarikan diri, sehingga kita bisa menjadikan stres sebagai sesuatu yang memberdayakan kita untuk menghadapinya.

Baca juga: Bebas Stres dan Umur Panjang, 3 Alasan Punya Hobi Itu Penting

Bagaimana pikiran yang stres mempengaruhi kesehatan

Engle mengatakan, pada tingkat yang dapat dikelola, stres bisa menjadi hal yang baik.

Stres juga dapat menantang motivasi, efisiensi, dan kreativitas.

Kendati demikian, stres yang terus menerus dan tak kunjung reda dapat menjadi penyebab utama kematian dini, seperti penyakit jantung, hipertensi, stroke, diabetes tipe 2, dan sistem kekebalan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.

Stres kronis bahkan berdampak pada sistem kita secara emosional, kognitif, dan juga perilaku.

Kemudian, stres jangka panjang bisa berkontribusi pada perasaan negatif, seperti putus asa, kehilangan kendali, tidak tertarik, merasa bersalah, marah, sulit tidur, sulit mengambil keputusan, sulit berkonsentrasi, serta perubahan nafsu makan dan dorongan seksual.

"Inilah sebabnya mengapa seiring berjalannya waktu, stres dikaitkan dengan kelelahan dan berbagai gangguan kejiwaan, termasuk kecemasan dan depresi," terang seorang psikiater dan salah satu pendiri SOHOMD, Jacques Jospitre, Jr, MD.

Baca juga: 10 Masalah yang Timbul akibat Sering Stres

Tips merelaksasi pikiran stres dengan cepat

Menurut Engle, pada tahun 1960-an, seorang dokter di Harvard University bernama Herbert Benson menemukan bahwa respons relaksasi tubuh merupakan jalan untuk mengurangi stres.

Ini sebenarnya mengubah reaksi fisik dan emosional tubuh terhadap efeknya.

Dia pun menunjukkan empat teknik relaksasi yang spesifik, termasuk:

• Melakukan pernapasan diafragma

Fokuslah pada pernapasan yang terkendali dan rileks, memperlambat detak jantung, atau [fokus pada] sensasi fisik yang berbeda.

• Relaksasi otot secara progresif

Fokuslah untuk secara perlahan-lahan mengencangkan dan kemudian mengendurkan setiap kelompok otot.

• Visualisasi

Bentuklah gambaran mental untuk melakukan perjalanan visual ke tempat atau situasi yang damai dan menenangkan.

• Relaksasi autogenik

Ciptakan kondisi mental konsentrasi yang rileks dengan berkonsentrasi pada visualisasi kehangatan dan rasa berat pada anggota tubuh, serta memiliki pernapasan yang halus dan berirama.

Baca juga: Terapi Seni, Cara Mindfulness untuk Mengurangi Kecemasan dan Stres

Apakah kita bisa melatih otak untuk rileks

"Otak memiliki kemampuan neuroplastisitas, yang berarti memiliki kemampuan untuk menata ulang dirinya sendiri, menciptakan jalur saraf, dan memperluas jaringan saraf yang ada," ujar Engle.

Jadi, di satu sisi, paparan stres kronis diketahui dapat memperkuat bagian otak kita yang terlibat dalam pendeteksian ancaman, membuatnya semakin mudah terpicu.

Namun, ada bukti bahwa otak juga dapat belajar dan beradaptasi dengan praktik manajemen stres.

"Dengan menggunakan respons relaksasi alami tubuh atau mengubah pola pikir, kita dapat mengubah pola yang sudah dikenal dan mendukung cara-cara baru untuk mengatasi stres," terangnya.

"Termasuk cara kita berpikir tentang stres dan meresponsnya, seperti mengenali stres tanpa secara otomatis bereaksi terhadap stres tersebut," lanjut dia.

Namun, meskipun menenangkan pikiran di saat-saat cemas adalah cara yang ampuh untuk melatih kembali respons stres, tetapi ini hanyalah bagian dari gambaran yang lebih besar.

"Mengambil langkah pencegahan [untuk mengelola stres] adalah kuncinya," kata Engle.

Baca juga: 3 Latihan Pernapasan yang Bisa Dilakukan di Kantor untuk Redakan Stres

"Bagaimanapun juga, cara terbaik untuk mengatasi stres dalam jangka panjang adalah dengan mengurangi stres sejak awal," saran dia.

Hal ini berarti berfokus pada faktor gaya hidup seperti olahraga, meditasi, tidur yang cukup, pola makan yang sehat, dan hidrasi yang teratur.

Karena semuanya dapat membantu mempersiapkan tubuh dan pikiran kita agar lebih tangguh dalam menghadapi stres.

"Mempraktikkan perawatan diri adalah suatu keharusan, bukan kemewahan," terangnya.

"Perawatan diri bisa berarti berjalan-jalan, membuat jurnal, menghabiskan waktu dengan teman, atau apa pun yang membuat kita merasa nyaman, di mana praktik harian ini membantu melindungi diri dari stres," kata dia.

Sementara itu, Jospitre menambahkan bahwa merencanakan ke depan dan tetap terorganisir juga sangat penting untuk menjadwalkan hal-hal yang benar-benar membuat hati lebih tenang, sambil membantu kita mendapatkan rasa kendali atas hidup kita.

Selain itu, mengubah pola pikir juga merupakan bagian penting dalam menjinakkan respons stres yang berlebihan.

Ini berarti mengganti pola-pola pembicaraan negatif yang berbahaya atau ekstrem dengan pemikiran yang tidak menghakimi dan mengadopsi lebih banyak belas kasihan pada diri sendiri saat kita stres.

"Upaya-upaya ini mendukung pelatihan ulang otak atau menangkap pola-pola pemikiran yang bisa memperburuk intensitas stres dan emosi yang terkait," kata Engle.

"Dan menggantinya dengan cara berpikir yang lebih adaptif, atau dengan belajar untuk menghindari pemicu stres yang memicu reaksi emosional negatif," imbuh dia.

Baca juga: 7 Tanda Stres yang Muncul di Tubuh, Otot Kaku hingga Kegemukan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com