KOMPAS.com - Burnout merupakan kata yang belakangan ini mulai sering terdengar di media sosial dan berbagai artikel soal kesehatan mental.
Namun, apa maknanya? Awalnya, konsep burnout digunakan khusus untuk mendeskripsikan stres yang berhubungan dengan pekerjaan.
Bahkan, World Health Organization (WHO) pun mendeskripsikan burnout sebagai “fenomena pekerjaan,” bukan kondisi medis.
Kendati demikian, psikoterapis bersertifikat Natacha Duke, MA, RP, mengaku, dirinya dan beberapa terapis lain menggunakan istilah ini dan mengaplikasikannya pada stresor di berbagai situasi.
Baca juga: Tak Perlu Quiet Quitting, 3 Hal yang Bisa Dilakukan Saat Burnout
Duke pun mengatakan, burnout ini sebenarnya memiliki tiga tanda dan gejala.
Berikut tanda seseorang mengalami burnout:
Lebih lanjut, Duke merekomendasikan agar orang yang mengalami gejala di atas untuk bertanya pada diri sendiri terkait apa penyebab rasa lelah, atau putus asa yang dialaminya.
Kemudian, tanyakan pada diri sendiri seberapa lelahnya diri dan sanggup tidaknya untuk mengevaluasi situasi dan membuat perubahan sendiri atau perlu dukungan.
Jika yakin bisa mengubah diri sendiri, langkah pertama yang disarankan oleh Duke adalah mengunjungi dokter.
Pasalnya, ada beberapa kondisi kesehatan yang bisa memengaruhi tingkat stres seseorang, seperti masalah tiroid dan kekurangan zat besi.
“Setelah menjalani pemeriksaan lengkap dan telah menghilangkan kemungkinan kondisi medis, saya sarankan untuk berbicara dengan terapis,” tambah dia.
Lebih lanjut, menurut artikel yang dikutip dari Work and Stress, ada enam langkah yang perlu diambil seseorang jika ingin memulihkan diri dari burnout:
Baca juga: Burnout? Yuk Healing di Dunia Maya lewat Aktivitas Berikut
Burnout tidak akan usai jika kita tidak bisa menerimanya.
Memang, ini bisa sangat sulit, terutama jika penyebab burnout adalah hal penting bagi kita, seperti orangtua atau pekerjaan yang awalnya kita cintai.
Tahapan ini akan sangat bergantung dengan situasi.
Artinya, “jarak” ini bisa bermakna mengundurkan diri dari pekerjaan atau cuti selama beberapa hari.
Lalu yang lebih sederhana, bisa dilakukan dengan absen salama satu hari demi memperbaiki kesehatan mental atau mengambil waktu luang bebas anak.
Karena kita seakan kosong setelah mengalami burnout, ini waktunya untuk mengisi kekosongan itu.
Ini bisa berarti banyak hal, mulai dari tidur malam lebih lama, memasak makanan favorit, hingga hangout bersama teman sepuasnya.
Intinya, cari kegiatan yang membuat diri merasa puas dan seperti diri kita yang biasanya.
Seiring mulai membaiknya kesehatan, mulailah pikirkan tentang situasi apa yang membuat kita burnout. Apa yang membuat kita tidak bahagia?
Misalnya, apakah mindset kita menyakiti diri sendiri? Lalu, apakah prioritas kita sesuai dengan nilai kita? Apa saja yang penting bagi kita dan apa alasannya?
Baca juga: Apakah Liburan Ampuh Hilangkan Burnout pada Ibu? Ini Kata Psikolog
Saat mengetahui apa kebutuhan kita yang belum terpenuhi, saatnya untuk mencoba mengatasinya.
Misalnya, perlu memutuskan hubungan asmara yang tidak lagi memuaskan, atau hanya perlu waktu untuk sendirian setiap satu kali dalam seminggu.
Ingat, perubahan kecil pun bisa membawa perubahan bermakna dalan kehidupan kita.
Jika telah mengatahui apa yang dibutuhkan, coabalah untuk mewujudkannya.
Memang, itu tidak selalu mudah, namun kita perlu mencobanya untuk proses pemulihan.
Baca juga: 3 Tanda Burnout di Tempat Kerja, Tidak Hanya Kelelahan Fisik
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.