Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/09/2023, 06:00 WIB
Putri Aulia,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sumber drweil

KOMPAS.com - Olahraga secara teratur dan dengan kadar yang sesuai sangat baik bagi kesehatan.

Namun bayangkan jika kita hanya terus-menerus beraktivitas fisik, seperti berlari, berjalan, melompat, atau mengangkat beban selama 24 jam sehari.

Hal tersebut dikhawatirkan bisa menjadi tidak sehat, karena tanpa istirahat dan pemulihan, aktivitas fisik menjadi kontraproduktif dan berisiko.

Demikian pula halnya dengan pikiran kita.

Sehari-hari, kita terjebak dalam beragam pemikiran, mulai dari apa yang akan kita makan pagi ini, hingga tugas-tugas yang harus diselesaikan, atau apa yang akan kita sampaikan dalam rapat nanti siang.

Kita merasa gelisah jika tidak ada yang perlu dipikirkan, dan akhirnya kita mengisi keheningan dengan kekhawatiran, harapan, menonton televisi, dan sebagainya.

Pikiran kita tidak pernah benar-benar mendapat kesempatan untuk beristirahat. Tanpa healing time, pikiran kita menjadi lelah dan kurang dapat diandalkan.

Seperti tubuh yang perlu istirahat, pikiran juga perlu istirahat. Tetapi, bagaimana caranya? Ini bisa dilakukan dengan meditasi.

Meditasi sebagai self healing

Praktik meditasi untuk self healing cukup sederhana, yaitu dengan cara memberikan istirahat kepada pikiran dalam keheningan dan ruang, memberinya waktu untuk pulih dan kembali segar.

Baca juga: 4 Jenis Self Healing demi Pulihkan Luka Batin

Ini bukan berarti kita harus duduk dalam damai sempurna tanpa pikiran sama sekali. Itu adalah salah satu pemahaman yang keliru.

Sebaliknya, meditasi menciptakan hubungan yang berbeda dengan pikiran kita, meskipun hanya untuk sementara waktu.

Daripada terjebak oleh pikiran yang muncul begitu saja, dalam meditasi, kita mengamati pikiran dari perspektif yang lebih stabil.

Dengan meditasi kita melatih diri untuk mengarahkan perhatian ke tempat yang kita inginkan, kapan pun kita inginkan.

Ini adalah alat yang sangat kuat untuk memberi kita kemampuan untuk mengendalikan pikiran dan suasana hati untuk menuju ke hal-hal yang lebih produktif dan damai.

Selama 10 tahun terakhir, pemimpin spiritual Buddha, Dalai Lama, terlibat dalam dialog formal tingkat tinggi dengan para ilmuwan dan peneliti otak dari institusi seperti MIT., Harvard, Universitas Wisconsin, dan lainnya.

Dialog ini dilakukan secara pribadi dan mencoba untuk menjawab pertanyaan tentang cara masing-masing pihak memahami pikiran.

Baca juga: Meditasi Bisa Membantu Atasi Panic Attack, Begini Panduannya

Hasil dari dialog dan penelitian tentang meditasi penyembuhan ini dipublikasikan, dan temuannya sangat menarik.

Ketika Dr. Richard Davidson, Direktur Laboratorium Ilmu Saraf Afektif di Universitas Wisconsin, mempelajari gelombang otak para biksu yang bermeditasi, ditemukan perbedaan dalam sirkuit otak mereka dibandingkan dengan mereka yang tidak bermeditasi.

Ketika seseorang merasakan emosi negatif seperti kecemasan, tekanan, atau kemarahan, bagian tertentu di otak seperti amigdala dan korteks prefrontal kanan menjadi sangat aktif.

Namun, ketika seseorang berada dalam suasana hati yang positif, area-area ini menjadi lebih tenang.

Sementara, korteks prefrontal kiri yang berhubungan dengan kebahagiaan dan positivitas, menjadi lebih aktif.

Baca juga: Apa Itu Self Healing, Metode, dan Siapa yang Membutuhkan

Dalam studi biksu yang bermeditasi, Davidson menemukan, mereka memiliki aktivitas tinggi di area ini.

Menariknya, temuan ini mengungkapkan bahwa otak memiliki kemampuan untuk mengubah "set-point" untuk kebahagiaan, depresi, dan sejenisnya melalui proses perubahan diri pikiran.

Stress dapat memengaruhi kesehatan dan sistem kekebalan tubuh, termasuk kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri.

Misalnya, stres emosional telah terbukti memiliki korelasi dengan kondisi seperti maag.

Stres kronis, yang berkelanjutan dalam jangka waktu lama, bisa merusak neuron di hippocampus, yang berperan dalam fungsi belajar, memori, dan suasana hati positif.

Namun, hippocampus memiliki kemampuan untuk regenerasi jika stres dihentikan. Meditasi dapat membantu mengurangi stres, seperti yang telah ditunjukkan dalam penelitian.

Selain itu, penelitian medis menunjukkan bahwa depresi dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan seperti stres, kehilangan, dan trauma.

Faktor genetik berada di luar kendali kita, tetapi kita dapat mengendalikan respons kita terhadap faktor lingkungan.

Baca juga: 4 Cara Sederhana Cegah Kesemutan Saat Meditasi

Meditasi, seperti Pengurangan Stres Berbasis Perhatian Penuh (MBSR) yang dikembangkan oleh Zindel Segal, mampu membantu mengubah respons kita terhadap stres.

Meditasi ini juga meningkatkan produksi serotonin yang memengaruhi suasana hati, tidur, dan nafsu makan.

Bahkan, peserta MBSR memiliki peluang lebih kecil untuk mengalami kambuhan depresi dibandingkan dengan pengobatan obat-obatan dan terapi lainnya.

Meditasi sering dilihat sebagai cara untuk bersantai, tetapi nyatanya merupakan alat yang kuat untuk menjaga kesehatan, meningkatkan konsentrasi, dan mengembangkan stabilitas emosi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com