Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/02/2024, 08:34 WIB
Wisnubrata

Editor

“Segera keluarkan anak dan objek penyebab konflik dari situasi tersebut tanpa banyak bicara. Setelah semuanya beres, kita baru dapat memecahkan masalah.”

Perkenalkan cara memecahkan masalah

Jika anak berulang kali memukul adiknya, dan sudah berulang kali diberi tahu untuk menghentikannya, namun perilaku tersebut terus berlanjut, coba lakukan pemecahan masalah bersama-sama untuk mencari tahu alasannya.

“Tanyakan, ’Kamu terus memukuli adikmu. Ada apa?’ Dengan melakukan ini, kita mengajari anak untuk menyebutkan masalahnya, dan kita mendapatkan sudut pandang mereka,” jelas Dr. Lee. “Kemudian, dengan berbekal gambaran lengkap – mungkin sang adik merusak mainan saudaranya – kita dapat menemukan solusi bersama-sama.”

Kenali teman-teman mereka

Perhatikan lingkaran pertemanan anak. Ini bukan berarti menguping percakapan mereka, namun amati bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain. Hal tersebut dapat membantu orangtua mempelajari banyak hal tentang dinamika dalam grup.

“Orangtua adalah guru pertama bagi anak-anak,” kata Dr. Lee. “Orangtua juga dapat terus mengajarkan tentang kepedulian satu sama lain dengan menjadi teladan positif bagi teman-teman anak mereka.”

Baca juga: 8 Alasan Kenapa Anak Kita Jadi Pelaku Bullying

Bagaimana jika anak kita yang jadi korban?

Bolehkah kita mengajarkan anak untuk membalas? Jawaban singkatnya adalah tidak.

“Perilaku agresif tetap tidak bisa diterima bahkan jika seseorang menyakiti kita terlebih dahulu,” kata Dr. Lee. “Agresi mungkin tampak seperti solusi jangka pendek, namun pada akhirnya dapat menimbulkan masalah yang jauh lebih besar dalam kehidupan. Masyarakat menghargai pengendalian diri dan ketegasan.”

Jadi, meskipun mungkin ada percikan kemarahan spontan, penting bagi mereka untuk belajar bagaimana mengendalikan diri mereka sendiri dengan cara yang tidak melanggengkan pola perilaku negatif tersebut. Dr. Lee memberikan beberapa contoh:

Bersama teman-temannya, mereka bisa belajar menolak perilaku bully dan berkata, “Hentikan!” atau “Kita tidak boleh melakukan itu” jika sesuatu sudah keterlaluan.

Jika mereka ditindas, “Jangan berikan perhatian kepada si penindas, jangan beri mereka apa pun,” saran Dr. Lee. Anak-anak dapat memperoleh kembali kekuatannya dengan tidak bereaksi.

Namun bagaimana jika anak sudah remaja dan kita merasa mereka mungkin menindas orang lain? Tidak ada kata terlambat untuk mulai menerapkan strategi ini. Dan ada banyak sumber daya untuk membantu kita mengajarkannya.

“Guru pembimbing di sekolah, penegak hukum, profesional kesehatan mental, dan dokter anak semuanya mempunyai strategi yang baik untuk membantu orangtua dan anak-anak – apa pun situasinya,” ujar Dr. Lee.

Baca juga: Ciri Anak Jadi Korban Bully dan Tips Menangani Pelakunya

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com