KOMPAS.com - Ada sejumlah tingkah laku anak yang memancing emosi orangtua hingga menyulut kemarahan.
Psikolog Samanta Elsener menuturkan, orangtua boleh sesekali memarahi anak. Dengan catatan, tidak menggunakan cara-cara yang dapat melukai hati anak, seperti teriakan, bentakan, dan kekerasan fisik.
“Orangtua boleh memarahi anak sesekali dengan nada yang tidak melengking dan tidak menggunakan kekerasan,” terangnya saat dikonfirmasi Kompas.com, dikutip Senin (17/3/2024).
Baca juga:
Lantas, bagaimana cara memarahi anak yang benar tanpa melukai hatinya? Simak ulasannya berikut ini seperti dihimpun Kompas.com.
Samanta menuturkan, cara memarahi anak yang benar adalah dengan mengajak anak bicara secara baik-baik. Pastikan ada kontak mata antara orangtua dengan anak.
“Cara memarahi anak yang tidak melukai hatinya adalah diajak bicara dengan baik, duduk setara dengan anak, ada kontak mata,” ujarnya.
Setelah mendapatkan perhatian anak, lanjut Samanta, orangtua perlu menyampaikan secara baik apa penyebab dia marah kepada anak serta tindakan yang seharusnya dilakukan anak.
“Sampaikan secara sopan dan lembut bahwa orangtua marah karena sikap anak yang mana, dan apa saja yang jadi harapan orangtua untuk anak dapat memperbaiki diri,” imbuhnya.
Melansir dari Psychology Today, orangtua harus tetap tenang meskipun dipenuhi amarah kepada anak. Meskipun sulit, namun orangtua wajib belajar mengelola emosi dan kemarahannya.
Penelitian menunjukkan bahwa semakin tenang kita berbicara, semakin tenang perasaan kita, dan semakin tenang pula respons orang lain terhadap kita.
Sebaliknya, penggunaan kata-kata kasar dan bernada tinggi, justru membuat kita dan pendengar semakin kesal. Situasinya pun makin memburuk alih-alih anak memahami penyebab kemaran orangtua dan letak kesalahan mereka.
Beberapa tips mengendalikan amarah di depan anak, seperti dilansir dari Pregnancy, Birth and Baby, antara lain cobalah teknik hitung sampai 10, tinggalkan ruangan dan pergi ke tempat yang tenang, dan tarik napas dalam-dalam secara perlahan.
Baca juga:
View this post on Instagram
Masih berhubungan dengan poin nomor dua, orangtua dilarang membentak anak saat marah. Sebab, membentak anak berdampak buruk pada mental mereka.
Samanta menjelaskan, bentakan orangtua dapat mengganggu perkembangan otak, sehingga berdampak buruk, salah satunya menimbulkan trauma.
“Neurons atau neurotransmitter di otak anak bisa jadi terganggu dan berakibat membuat anak jadi trauma, sehingga perkembangan mental anak bisa jadi terganggu,” jelasnya.
Efek negatif membentak anak lainnya yakni anak menjadi kurang percaya diri, mudah cemas, mudah marah, tidak pandai meregulasi emosi, hingga depresi.
Baca juga:
American Academy of Pediatrics (AAP) sangat menyarankan orangtua tidak melakukan kekerasan fisik saat marah kepada anak, dilansir dari Psychology Today.
Ada banyak penelitian yang membuktikan bahwa kekerasan fisik orangtua kepada anak untuk melampiaskan amarah, berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak sepanjang hidupnya.
Jadi, kemarahan orangtua yang disalurkan dalam bentuk kekerasan, baik verbal maupun fisik, sangat tidak dianjurkan bagi anak-anak.
Saat marah, sebagian orangtua mengeluarkan ancaman agar anak melakukan perintahnya. Sayangnya, dilansir dari Psychology Today, ancaman tersebut tidak akan efektif.
Sebab, ancaman hanya efektif jika orangtua dapat menepatinya. Padahal, kecil kemungkinan bagi orangtua untuk merealisasikan ancaman yang dilontarkan dalam kondisi penuh amarah.
Jika ancaman tersebut tidak terlaksana, justru menjadi bumerang bagi orangtua lantaran dapat melemahkan otoritasnya. Kondisi tersebut juga akan memperkecil kemungkinan anak mengikuti aturan di lain waktu, meskipun dengan ancaman serupa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.