JAKARTA, KOMPAS.com – Media sosial menjadi salah satu wadah bagi sebagian masyarakat untuk membagikan momen-momen dalam kesehariannya.
Momen berupa foto, video, maupun curahan hati dalam bentuk tulisan sering dipasang sebagai status untuk dilihat oleh teman-teman di dunia maya.
Namun, tak jarang ada orang-orang yang membagikan terlalu banyak sisi kehidupannya, sehingga malah berdampak buruk tak hanya bagi dirinya tetapi juga orang-orang di sekitarnya. Fenomena ini juga kerap disebut "overshare"atau terlalu banyak membagikan konten di media sosial.
Baca juga:
Psikolog sosial Hening Widyastuti mengungkapkan, fenomena ini berkaitan dengan betapa mudahnya mengakses media sosial.
“Semuanya terakses di media sosial, termasuk (menceritakan) apa yang ada di pikiran kita, di hati kita, keinginan kita, dan harapan kita terhadap sesuatu. Setiap individu punya hak yang luas untuk menampilkan apa yang sedang dirasakan, dipikirkan, dan diharapkan, lewat media sosial,” ucap Hening kepada Kompas.com, Senin (26/8/2024).
Akan tetapi, ada beberapa orang yang menjadikan kegiatan mengunggah status di media sosial sebagai “hobi”. Dengan kata lain, mereka selalu mengunggah status setiap hari, bahkan nyaris setiap saat.
Hening menuturkan, setidaknya ada tiga alasan mengapa ada orang-orang yang “kebelet” update status di media sosial. Apa saja?
Ketika seseorang selalu mengunggah status di media sosial, ada kemungkinan ia ingin menunjukkan identitas dirinya.
Misalnya, mereka sering mengunggah tentang musisi favoritnya, film yang sedang ditonton, makanan yang baru dibeli, hewan peliharaannya, atau tempat wisata yang sedang dikunjungi.
“Dari unggahan tersebut, kita bisa tahu dia itu siapa, bagaimana orangnya, seperti apa hobinya. Itu dari unggahan yang sering diekspos di statusnya. Bisa jadi, ada kaitannya dengan ‘ini lho diriku, seperti ini’. Ada kaitannya dengan identitas diri,” papar Hening.
Baca juga: 5 Cara Mengatasi Stres akibat Media Sosial
Selanjutnya adalah personal branding atau citra diri. Jadi, seseorang “membungkus” dirinya seperti apa yang sering diunggah di media sosial.
Sebagai contoh, orang yang gemar melancong umumnya sering mengunggah tempat wisata yang pernah atau sedang dikunjungi, serta kegiatan wisata yang dilakukan, demi dianggap sebagai traveler.
Namun, ada pula personal branding yang berkaitan dengan pekerjaannya di dunia nyata.
“Ada yang wirausaha, dia statusnya jualan terus. Ada yang profesinya pengacara, statusnya sedang menangani kasus. Kemudian ada dokter,” ucap Hening.
“Jadi, ada kaitannya juga dengan personal branding, dan ingin membentuk personal branding tentang seperti apa individu tersebut. Ini terwujud melalui status-status yang diunggah,” sambung dia.
Baca juga: Apakah Kecanduan Media Sosial Itu Nyata?