Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (199): Perempuan Pakistan di Mata Seorang Gadis Malaysia

Kompas.com - 11/05/2009, 07:52 WIB

Kaum perempuan keluarga itu kemudian berdesakan dalam auto rickshaw mungil milik sang suami. Ketika sampai di bioskop, sementara para pria membeli karcis, Lam Li yang kepanasan ikut keluar. Sontak para perempuan dalam purdah itu menjerit histeris, “Jangan! Jangan! It is very dangerous!”

          “Mengapa? Mengapa mereka selalu hidup dalam ketakutan?” sebuah pertanyaan retorik dari hati Lam Li.

Mereka seperti tercabut dari kenyamanan di balik dinding rumah. Kaum perempuan ini tak pernah menginjakkan kaki keluar rumah sendirian tanpa ditemani lelaki anggota keluarga. Dan begitu mereka berada di luar wilayah nyaman, mereka merasa dunia luar begitu berbahaya.

Lollywood, industri film jiplakan Lahore untuk Hollywood dan Bollywood, sama sekali tak meninggalkan kesan bagus di benak Lam Li.

          “Benar-benar kotor. Kalau saja diputar di Malaysia, pasti kena sensor.”

Ceritanya datar saja, kata Lam Li yang tak mengerti bahasa Punjabi dan Urdu. Hanya lelaki yang membawa bedil, kisah asmara, dan perempuan yang menari-nari. Di negara tetangga India, Bollywood menjadi imej cantik negeri itu yang diekspor ke seluruh dunia. Tetapi syukurlah Lollywood bukan imej Republik Islam Pakistan.

Lima belas menit awal, tanpa sebab tanpa alasan adalah gambar tembak-tembakan tanpa henti. Semua pria berkumis membawa bedil. Sang lakon bersimbah darah, tetapi tak terluka. Tiba-tiba, juga tanpa sebab tanpa alasan, film berpindah setting ke hari mandir – kuil Hindu – di mana para perempuan melenggak lenggok dalam tarian.

Aturan ketat di negara ini memang tak memungkinkan adegan buka-bukaan, namun pembuat film mengakalinya dengan gerakan implisit penuh simbolik. Hasilnya malah lebih jorok dan erotis daripada film porno. Misalnya seorang perempuan gemuk berpakaian basah dan agak tembus pandang yang menggoyang pinggulnya di atas air mancur, memperagakan gerakan erotisme yang sangat eksplisit. Kenapa perempuan gemuk? Aneh memang, perempuan bertubuh penuh lemak adalah selera konsumen film di sini.

Scene tari-tarian kaum Hawa ini juga lima belas menit tanpa jeda. Kemudian, bluuurp, pindah lagi ke adegan tembak-tembakan para pria. Lima belas menit nonstop, pindah lagi ke tari-tarian. Pergantian scene sangat kasar, guntingan dua film yang dipaksakan untuk tampil bersama, seolah-olah lagu dan tarian erotis itu memang selingan (atau malah sajian utama?) pertunjukan ini. Begitu terus, berganti-ganti tanpa henti sampai tiga jam penuh.

Lam Li sungguh bosan menonton film ini, nyaris tertidur. Kawan-kawan perempuan Lam Li malah sibuk membangunkan anak-anak mereka, memaksa para bocah malang itu untuk tetap memantengi film yang sebenarnya bukan untuk konsumsi anak-anak. Lam Li hanya bisa melongo melihat tindak tanduk ibu-ibu itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com