Pihaknya juga tengah mempelajari sebuah metode skrining yang berhasil diterapkan di Taiwan. Di negara tersebut dilakukan pemeriksaan klinis payudara oleh tenaga medis (clinical breast examination) yang dilanjutkan dengan pengisian kuesioner oleh pasien yang tidak memiliki benjolan. Terdapat sistem skor yang menentukan apakah perempuan itu berisiko tinggi, sedang, atau rendah.
Mereka yang berisiko sedang dan tinggi akan diminta melakukan mamografi. ”Model ini tampaknya akan sesuai juga untuk Indonesia yang terbatas sumber dayanya sehingga sulit menerapkan mamografi secara luas,” ujarnya.
Dengan berbagai keterbatasan tersebut, peran dan kesadaran perempuan melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Sadari) juga perlu dibangun. Sadari dilakukan sendiri oleh perempuan dengan meraba payudara untuk memastikan tidak ada tanda-tanda kelainan. Dengan Sadari teratur, kanker masih dapat ditemukan dalam diameter 1,2 sentimeter. Sementara dengan Sadari yang tidak teratur, kanker dapat ditemukan dengan diameter 2,5 sentimeter. Jika perempuan tersebut kurang terampil melakukannya, kanker yang ditemukan diameternya lebih besar lagi, biasanya sekitar 3,5 sentimeter.
Dokter dan bidan puskesmas menjadi ujung tombak untuk pemeriksaan klinis payudara sekaligus mengedukasi masyarakat mengenai kesehatan payudara agar si pengganggu terdeteksi sejak dini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.