Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelestarian Ubi Cilembu Terancam

Kompas.com - 22/12/2010, 05:51 WIB

Ubi yang dibudidayakan Taryana saja mencapai 23 jenis. Itu pun hanya empat jenis yang diminati pasar, yakni bagolo, rancung, jawer, dan inul. ”Kalau ubi selain itu masih rendah nilai jualnya, termasuk ubi cilembu. Nah, ubi-ubi itu yang harus ditawarkan dengan gencar,” ujarnya.

Masing-masing jenis punya kelebihan. Rancung, misalnya, punya tampilan menarik. Jenis Cilembu rasanya manis. Sementara, masa produksi bagolo cukup singkat. ”Kendala lain, produksi. Kalau ternyata ubi tertentu laku, konsumen menyerbu tetapi stok belum siap, bisa gawat,” tutur Taryana.

Keunggulan ubi cilembu pula yang diharapkan dapat ditunjukkan pemerintah kepada konsumen di dalam ataupun luar negeri, sebagai solusi. Taryana optimistis, jika dicari pasarnya, ubi cilembu pasti akan punya segmentasi lebih luas.

Peneliti dari Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Agung Karuniawan, menjelaskan, berbagai jenis ubi selain cilembu diminati konsumen karena harganya lebih murah. Harga ubi cilembu lebih tinggi hingga Rp 1.000 per kilogram daripada ubi-ubi lainnya.

Selain harga, faktor lain yang membuat kekhawatiran ubi cilembu kian jarang ditemukan adalah masa peram. Ubi harus diperam selama dua minggu agar lebih manis. ”Tetapi, selama itu pula ubi memasuki masa riskan terserang hama dan jamur,” katanya.

Menurut Agung, ubi cilembu lebih sensitif terhadap serangan hama. Lanas diduga lebih senang terhadap ubi cilembu karena kandungan gulanya tinggi. ”Perlu ada penelitian tentang itu, tetapi kecenderungannya demikian,” katanya.

Karena itu, tutur Agung, pihaknya sedang melakukan penelitian agar bisa menghasilkan ubi yang lebih tahan hama dan jamur. Secara genetis, ubi tengah diteliti dan diharapkan diperoleh jenis yang tahan disimpan hingga satu bulan.

”Penelitian perlu waktu. Diharapkan, hasilnya sudah bisa diketahui pada Maret 2010. Uji coba sudah dilakukan sejak Maret 2009,” kata Agung. (Dwi Bayu Radius)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com