YOHAN WAHYU
Angka ketidakpuasan ini tercatat paling tinggi sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode kedua terbentuk. Pada jajak pendapat Juli 2011, yang bertepatan dengan 21 bulan pemerintahan Presiden Yudhoyono periode kedua, tingkat ketidakpuasan publik pada kinerja kabinet berkisar di 70,6 persen. Angka ini melonjak jauh dibandingkan dengan saat tiga bulan pertama, yang tercatat 58,4 persen.
Tidak heran jika ketidakpuasan pada kinerja pemerintahan ini berbuah tuntutan perombakan kabinet. Hampir 70 persen responden menyatakan, pergantian menteri perlu dilakukan untuk menjawab ketidakpuasan publik ini.
Sinyal
Kuatnya sentimen publik pada dugaan korupsi dalam wacana
Dua kementerian ini sedang disorot soal dugaan korupsi menyangkut dana proyek di kementerian tersebut. Separuh lebih responden menyatakan, kedua menteri ini layak diganti, bahkan keduanya dinilai oleh 64,4 persen responden perlu mengundurkan diri dari kabinet tanpa menunggu proses hukum dari kasus korupsi di kementerian ini selesai. Artinya, keduanya diharapkan tidak masuk kembali dalam kabinet hasil
Selain kedua menteri itu, beberapa menteri yang saat ini tidak terganjal isu korupsi pun menuai pro dan kontra publik mengenai perlu atau tidaknya diganti. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar banyak dinegasi oleh responden. Demikian pula Menteri Perhubungan Freddy Numberi dinilai layak diganti meski dengan proporsi yang lebih kecil.
Masuknya nama Patrialis Akbar di mata publik boleh jadi terkait dengan penanganan sejumlah kasus hukum yang kerap dinilai belum berjalan semestinya. Sebut saja kasus joki narapidana di Bojonegoro, kasus ruang tahanan mewah bagi narapidana korupsi, dan polemik remisi bagi koruptor. Patrialis sudah menjawab semua tudingan itu.
Selain nama-nama di atas, bukan berarti nama lainnya sudah memuaskan. Pasalnya, jika dilihat dari jawaban responden atas pertanyaan kementerian mana yang kerjanya memuaskan, proporsi terbesar, sebanyak 32,3 persen responden, menjawab ”tidak ada”.
Kualitas kinerja dan bersih dari korupsi menjadi dua hal utama yang patut menjadi pertimbangan Presiden dalam merombak kabinet. Dua hal ini disebutkan hampir 80 persen responden sebagai faktor penting untuk menilai layak atau tidaknya seorang menteri diganti. Bagaimanapun, menteri yang kinerjanya buruk dan tersangkut korupsi akan memengaruhi tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah.
Sayangnya, untuk kasus ini, sebagian besar responden (76,4 persen) masih melihat Presiden Yudhoyono tidak tegas terhadap kementerian yang tersandung korupsi tersebut. Ketidaktegasan ini menjadi poin penilaian responden yang menyebut buruknya kinerja menteri tidak melulu akibat ketidakmampuan menteri dalam bekerja. Kepemimpinan Presiden juga menjadi faktor yang memengaruhi kinerja kabinet. Paling tidak hal ini disampaikan oleh 40,8 persen responden yang menyebutkan bahwa kepemimpinan Yudhoyono turut menyebabkan ketidakefektifan jalannya pemerintahan.
Penilaian soal kepemimpinan Presiden agaknya juga jadi faktor penting. Hal ini terindikasi dari penilaian separuh lebih responden (59,7 persen) yang meyakini
Boleh jadi inilah pesan publik bahwa perombakan kabinet harus semata-mata ditujukan untuk menumbuhkan kembali kepercayaan kepada pemerintah yang saat ini sedang digerogoti kasus-kasus korupsi. Artinya, menempatkan orang tepat di posisi yang tepat, bukan malah menjadi ajang bagi-bagi kekuasaan semata.(LITBANG KOMPAS)