Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Perkotaan Lebih Rentan TB

Kompas.com - 28/02/2012, 09:11 WIB

Jakarta, Kompas - Meski bisa menyerang siapa pun, warga miskin perkotaan adalah kelompok masyarakat paling rentan terserang tuberkulosis. Lingkungan tempat tinggal yang kumuh dan rendahnya mutu asupan nutrisi membuat kuman tuberkulosis dalam tubuh gampang menjadi aktif.

”Kuman tuberkulosis dalam tubuh masyarakat dengan ekonomi lebih baik jarang menjadi aktif karena mereka punya daya tahan tubuh lebih baik,” kata Kepala Subdirektorat Tuberkulosis Kementerian Kesehatan Dyah Erti Mustikawati di sela-sela lokakarya Resisten Multiobat Tuberkulosis (Tb-MDR) di Jakarta, Senin (27/2).

Sebagai daerah endemik, 80 persen penduduk Indonesia diduga pernah terpapar bakteri penyebab tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini bisa nonaktif puluhan tahun dan aktif jika daya tahan tubuh lemah.

Kuman tuberkulosis mudah menular pada lingkungan pengap, dalam ruangan dengan ventilasi udara kurang, serta paparan sinar matahari rendah.

Oleh karena itu, penting menjaga etika batuk dan meludah agar kuman dalam tubuh tak tersebar. Rokok harus dihindari.

”Kalau batuk, tutuplah mulut dan palingkan muka agar tak langsung mengenai orang lain. Jika batuknya masif, menggunakan masker pelindung mulut lebih efektif,” ujarnya.

Pengobatan

Penanganan tuberkulosis selama ini mengacu standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang disebut sistem penanganan berdasarkan observasi langsung (directly observed treatment shortcourse/DOTS).

Secara terpisah, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Abdul Razak Thaha mengatakan, meski sistem DOTS baik, dalam pelaksanaannya banyak yang tidak tepat. Salah satunya, pengontrolan minum obat oleh pasien.

”Minum obat selama enam bulan tanpa henti bukan persoalan gampang,” katanya. Ini memperbesar peluang resistensi obat.

Selain itu, pengobatan juga akan sulit berhasil selama asupan nutrisi penderita tidak diperbaiki. Asupan protein tinggi akan memperkuat imunitas tubuh penderita sehingga pulihnya daya tahan tubuh bisa lebih cepat.

WHO mencatat prevalensi penderita tuberkulosis di Indonesia tahun 2010 mencapai 690.000 kasus dan kejadian baru setiap tahun 450.000 kasus. Setiap tahun, 64.000 orang meninggal akibat tuberkulosis dan menempatkan penyakit ini sebagai salah satu penyebab kematian kelompok penyakit menular tertinggi di Indonesia.

Sementara itu, kasus resisten multiobat (Tb-MDR) pada tahun yang sama 6.100 kasus. Adapun kasus resisten obat secara luas (Tb-XDR) ada delapan kasus.

Penderita tuberkulosis biasa diobati dengan obat lini 1 berupa rifampisin, INH, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Adapun yang mengalami resistensi multiobat diobati obat lini 2, seperti kanamisin, amikasin, kuinolon, dan beberapa obat lain yang tak tersedia di Indonesia.

Pengobatan pasien yang menderita resisten obat secara luas lebih sulit lagi. Penanganan tuberkulosis harus dilakukan dengan baik sejak awal. (MZW)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com