Keempat bentuk humor ini dapat dibedakan menjadi humor positif dari humor negatif.
Humor positif adalah humor yang membuat diri sendiri dan orang lain tertawa dan terhibur tanpa meremehkan, tidak menyakiti perasaan, disampaikan pada "tempatnya" (waktu dan situasi yang tepat), dan tidak dimaksudkan untuk menyembunyikan perasaan sebenarnya. (Martin et al., 2003).
Humor bukan sarkasme, bukan ironi, apalagi sinisme. Humor itu menghibur yang bersifat simpatik, toleran, menerima dunia yang tak sempurna ini dan memandangnya secara jenaka, juga menerima kelemahan manusiawi, disertai pandangan filosofis tentang kehidupan. Kedua gaya humor yang bersahabat tadi termasuk dalam jenis humor ini.
Meski demikian, humor negatif bukan berarti tak bermanfaat. Misalnya humor yang ditujukan kepada seseorang yang bertindak menyakiti orang lain (agresor) bisa membantu orang (korban) menghadapi situasi yang sangat menegangkan dan mengancam.
Misalnya dalam pengalaman para tawanan perang. Dengan melontarkan lelucon tentang para penjaga dan kesulitan yang mereka alami, mereka merasakan masih memiliki harga diri dan bisa menerima kekalahan dalam situasi yang tidak bisa mereka kendalikan.
Demikian pula dalam situasi saat ini, dengan mentertawakan hal-hal terkait pandemi dan kehidupan yang diakibatkannya dapat membantu membuat kita merasakan adanya harapan dengan lebih dahulu menerima kenyataan.
Baca juga: Jaga Keseimbangan Kehidupan-Kerja Saat WFH
Samson dan Gross (2012) menyatakan bahwa mekanisme humor positif dan negatif memang berbeda, yakni humor positif mendorong melihat situasi dari perspektif yang berbeda dan positif sedangkan humor negatif membantu menciptakan jarak emosional dari peristiwa negatif tanpa harus terpaku pada sisi negatifnya.
Selain itu, ntuk mengalihkan perhatian dari peristiwa negatif lebih mungkin menggunakan humor negatif dari pada humor positif atas alasan tadi, yakni untuk bisa mengalihkan perhatian dibutuhkan jarak emosi dari peristiwa tersebut dan orang terkait, dan jarak emosional dimungkinkan dengan menjadikannya lelucon atau tertawaan.
Secara umum diyakini bahwa mengalami, dan terutama memproduksi humor yang berhasil itu membutuhkan kemampuan kognitif yang memadai.
Artinya, sesuatu menjadi lucu dan lalu membuat orang tertawa karena adanya kebaruan, mengandung ketidakselarasan atau kejanggalan, kemustahilan, kekonyolan, kejutan, dan ada resolusi atau penyelesaian dengan bermain-main (jenaka) (Sultanoff, 2002).
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan