Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Martinus Ariya Seta
Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Hobi membaca dan jalan-jalan. Saat ini sedang menempuh studi doktoral dalam bidang Pendidikan Agama di Julius Maximilians Universität Würzburg

Darurat Keheningan

Kompas.com - 03/09/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh karena itu, profesi seorang filsuf memiliki kedudukan yang terhormat karena menggeluti schole, dibandingkan dengan para pekerja atau budak yang menggeluti ponos.

Konsep schole berkaitan erat dengan pemahaman antropologis manusia sebagi bios teoretikos (baca: mahkluk yang berfilsafat atau berkontemplasi). Aristoteles menekankan bahwa schole inilah yang menjadi jalan yang akan menuntun kepada kebahagiaan.

Berfilsafat tidak dipahami sebagai pekerjaan akademis untuk kalangan tertentu saja. Ini adalah aktivitas mendasar manusia untuk mencari makna.

Plato mengatakan bahwa hidup yang sebenarnya adalah hidup yang didalami untuk dimaknai (Hunnicutt, 2006).

Superioritas scholae atas ponos tidak harus dipahami dalam logika biner antara yang baik dan yang buruk. Ini memang bukan penafsiran dogmatis. Urusan mencari nafkah memang menjadi bagian dari tanggung jawab manusia. Akan tetapi, aktivitas dan tujuan hidup manusia tidak dapat semata-mata direduksi hanya sekedar untuk mencari nafkah.

Schole tidak dimaksudkan untuk menolak atau mengutuki ponos, tetapi manusia diajak untuk beranjak pada pemikiran yang jauh lebih hakiki.

Era modern ditandai dengan sebuah pergeseran. Ponos menggeser kedudukan schole. Kapitalisme dan marxisme memiliki peran penting dalam pergeseran tersebut meskipun kedua ideologi tersebut saling bertentangan.

Kerja yang ditandai dengan mobilitas dan produktivitas menjadi kata kunci, baik di dalam kapitalisme dan marxisme. Marx menganggap kerja sebagai hakekat dari kemanusiaan. Dengan kata lain, kerjalah yang menciptakan manusia.

Sementara, kapitalisme memiliki pandangan yang sangat banal tentang kerja karena semua diukur secara kuantitatif berdasarkan kemanfaatannya semata bagi perkembangan ekonomi.

Di era digital sekarang ini, schole menjadi semakin sukar untuk dihidupi. Gawai telah merevolusi tidak hanya cara orang bekerja, tetapi juga cara orang mengisi waktu luang. Gawai berpotensi menciptakan sebuah kebisingan baru.

Apakah orang benar-benar memiliki quality time di dalam kesendirian? Waktu luang yang seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai sebuah schole, justru menciptakan sebuah kebisingan baru.

Bahaya dari intensitas penggunaan gawai sudah disaradari oleh banyak pihak. Konsep digital detox diperkenalkan sebagai reaksi atas bahaya dari ketergantungan terhadap gawai.

Di dalam kamus Oxford online, digital detox diartikan sebagai “A period of time during which a person refrains from using electronic devices such as smartphones or computers, regarded as an opportunity to reduce stress or focus on social interaction in the physical world.”

Dengan kata lain, digital detox adalah mengurangi intensitas penggunaan gawai untuk mengurangi stress dan merawat relasi sosial di dunia nyata. Hal semacam ini lazim dilakukan di Silicon Valley Amerika Serikat.

Baca juga: Digital Detox alias Puasa Medsos, Bagaimana Caranya?

Orang tua mengatur dengan sangat ketat durasi penggunaan gawai anak-anaknya. Para tokoh pengembang teknologi digital seperti Steve Job, Bill Gates, Mark Cuban, dan Alexis Ohanian menerapkan konsep digital detox untuk mendidik anak-anak mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com