KOMPAS.com - Gaya keterikatan alias attachment style belakangan sering dibicarakan, khususnya berkaitan dengan cara kita menjalin hubungan percintaan.
Metode ini sering dipakai untuk membantu memahami perilaku kita terhadap pasangan.
“Gaya keterikatan disiapkan untuk kita sejak dini sebelum kita benar-benar sadar bahwa apa pun mungkin terjadi, dan kemudian kita membawa harapan itu bersama kita sepanjang hidup kita,” kata Lindsey Hoskins, Ph.D., terapis pasangan dan keluarga berlisensi dari University of Maryland.
“Kami melihat banyak kesamaan antara cara hubungan orangtua-anak berjalan dan cara hubungan intim berlaku."
Baca juga: 5 Cara Bahagiakan Pasangan yang Insecure
Teori soal attachment style berawal pada pertengahan 1900-an oleh psikoanalis Inggris John Bowlby.
Awalnya, ia mencari tahu penyebab bayi menangis ketika dipisahkan dari pengasuhnya.
Ia lalu berteori jika ada figur keterikatan utama yang menyediakan semua hal yang dibutuhkan bayi yang tidak mampu bertahan hidup sendiri untuk bertahan hidup dan merasa aman (perlindungan, dukungan, perawatan, nutrisi, dll).
Seiring berjalannya waktu, penelitian tersebut berkembang mencari cara bagaimana gaya dan praktik pengasuhan memengaruhi perkembangan keterikatan manusia termasuk dalam romansa.
Baca juga: 4 Pola Pengasuhan yang Dapat Memengaruhi Psikologi Anak
Dari hasil berbagai riset, kemudian tercipta empat jenis attachment style seperti yang dikenal selama ini.
"Ini adalah attachment style yang sehat," kata Hoskins.
Dalam kategori ini, seorang anak menganggap orang tua atau pengasuhnya sebagai orang yang penuh perhatian, responsif, penuh kasih, dan dapat diandalkan.
“Anak dapat menerima kepastian dan validasi dari orang tua tanpa pesan yang bertentangan, dan ini membuat anak merasa aman, nyaman, dan dihargai,” lanjut Hoskins.
Orang dengan attachment style ini memiliki sejumlah perilaku yang berimbas pada hubungan percintaannya, seperti:
Gaya keterikatan ini merupakan buah dari pengasuhan orangtua yang sering membiarkan anaknya berjuang sendiri.
“Mereka diharapkan lebih mandiri daripada yang sesuai dengan perkembangan usia mereka, dan mereka terkadang ditegur karena perilaku yang dianggap orang tua sebagai kebutuhan atau ketergantungan,” kata Hoskins.
Baca juga: Kelebihan dan Kekurangan Tiger Parenting bagi Anak, Orangtua Wajib Tahu
Orangtua lebih memprioritaskan capaian nilai material anak seperti prestasi sekolah, kecantikan fisik daripada perasaan anak sehingga menghasilkan attachment style ini.
Gaya keterikatan ini terjadi dari hubungan masa kecil ketika respon orangtua tidak konsisten.
Terkadang kebutuhan anak terpenuhi, dan di lain waktu diabaikan, tanpa logika yang jelas mengapa.
“Ini menciptakan ketidakmampuan untuk memprediksi apa yang akan terjadi ketika ada kebutuhan,” kata Hoskins.
Baca juga: Tanda-tanda Trauma Masa Kecil yang Terpendam pada Orang Dewasa
“Karena anak-anak berkembang dengan stabilitas dan prediktabilitas, respons yang tidak konsisten ini sangat membingungkan dan tidak stabil.”
Attachment style ini menghasilkan sejumlah perilaku dalam percintaan seperti:
Tipe ini terjadi pengalaman negatif yang sangat intens (trauma, pelecehan, pengabaian) terjadi di masa kanak-kanak.
“Anak-anak mungkin mengalami ketakutan terhadap orangtua mereka, yang membingungkan karena bertentangan dengan naluri bahwa orangtua harus hadir dengan aman dan terpercaya,” kata Hoskins.
Baca juga: 4 Dampak Trauma Masa Kecil yang Terbawa hingga Dewasa
Dualitas ketakutan dan kenyamanan dalam pengasuh dapat menyebabkan perilaku yang sangat kacau, atau tidak teratur.
Dampaknya untuk perilaku kita dalam hubungan pribadi yakni:
Baca juga: Trauma Masa Kecil Pengaruhi Cara Kita Mengatasi Konflik dalam Hubungan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.