Lebih menyedihkan lagi, hanya kurang dari separuh bayi di bawah usia 6 bulan yang mendapatkan ASI secara eksklusif tanpa tambahan asupan lain.
Untuk bisa menyusui dengan benar, seorang ibu perlu mendapat dukungan – bukan godaan, mulai dari iklan bombastis ‘susu yang menambah tinggi’, susu yang membuat anaknya gemuk hingga susu mencegah stunting.
Ada juga rayuan para endorser yang memang dibayar untuk memengaruhi pilihan orangtua.
Selipan iklan susu dan sliweran promosi terselubung, yang membayar para ibu-ibu muda juga masuk ke jejaring media sosial tanpa ampun. Yang dipantau juga oleh para nenek masa kini. Hal yang mustahil ada 10-20 tahun silam.
Baca juga: Susu sebagai Protein Hewani, Promosi Kemewahan dengan Risiko Mengintai
Jendela stunting pun terbuka lebar lagi saat anak sudah mulai mendapat makanan padat. Anjuran berlebihan tentang tertakar dan terukurnya produk kemasan semakin membuat minder para ibu.
Padahal, produk-produk tersebut banyak kastanya. Pernah ada seorang ibu yang berpikir, bubur kemasan rasa pisang katanya bisa bikin anaknya sehat seperti kata iklan, lupa bahwa dalam produk itu diimbuhkan premiks mineral termasuk zat besi.
Saat sang ibu tak mampu beli, maka dia buatlah bubur nasi campur pisang sendiri. Dan anaknya tidak tumbuh optimal.
Kebebasan berpendapat dan ‘berkreasi’, sekaligus promosi di dunia maya semakin menakutkan.
Apalagi, verifikasi data para orangtua masa kini bukan lagi berasal dari bacaan bermutu atau akun kredibel.
Baca juga: Dari Stunting ke Teh Manis, Apakah Edukasi Kita Miskin Literasi?
Bahkan, membaca panduan nasional buku KIA yang dibagi gratis saat pemeriksaan kehamilan pun masih kesulitan. Masih butuh penegasan takaran bahan makanan yang ada, sebagai contoh buat sekali makan atau buat sehari penuh.
Saat anak kesulitan makan, karena salah tekstur atau terlalu banyak menyusu, kiblat seorang ibu muda kembali ke media sosial yang menawarkan aneka bumbu masak bayi. Vitamin. Mineral khusus.
Hingga saat berat badan sudah menyentuk kurva merah di grafik tumbuh kembang, para ibu menyerbu ‘susu tinggi kalori’, seperti yang (katanya) diajarkan beberapa ibu lain dengan kasus serupa.
Sama sekali tidak pernah mengevaluasi penyebab berat badan seret dan tinggi badan tidak bertambah.
Apabila keluarga besar campur tangan, lebih ricuh lagi. Anak disapih dari ibunya sebelum
usia 2 tahun, diberi jajanan warung (yang penting asal anaknya makan) dan katanya: biar kebal tidak mudah sakit.
Kelompok lain yang lebih ekstrem: anak tidak makan dianggap tak mengapa, selama masih mau menyusu dengan ibunya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya