KOMPAS.com - Kita semua punya kenangan buruk atau memalukan yang masih menghantui kita walau peristiwanya telah lewat, seperti pengalaman kuliah yang tidak kunjung lulus atau diputus pacar.
Meski setiap kenangan buruk bisa disebut trauma, namun beberapa jenis trauma meninggalkan bekas yang lebih dalam. Trauma terjadi akibat pengalaman yang sangat menyakitkan secara emosional dan dapat berasal dari berbagai hal, mulai dari kecelakaan fisik hingga pelecehan emosional.
Beragamnya penyebab trauma membuat proses penyembuhan trauma pun dapat berbeda-beda untuk setiap orang.
Baca juga: Penyebab Trauma, Gejala, dan Dampaknya bagi Kesehatan Mental
Trauma adalah reaksi emosional yang terjadi dalam jangka panjang setelah mengalami peristiwa yang menyebabkan tekanan mental dan fisik yang besar.
Pemulihan dari trauma memerlukan waktu dan perawatan. Namun, perlu diingat mengabaikan atau menghindari gejala trauma bukanlah cara yang sehat untuk mengatasi masalah ini.
Natacha Duke, seorang psikoterapis mengatakan, menghindari trauma dapat memperburuk keadaan.
Ketika mengalami pengalaman traumatis, pikiran kadang-kadang dapat menyimpan kenangan tersebut dan memicu respons traumatis kapan saja.
Secara umum, trauma mempengaruhi dua bagian otak, yaitu:
Amigdala adalah pusat emosi di otak yang mengontrol reaksi kita terhadap situasi baik, buruk, dan segala hal di antaranya.
Saat trauma terjadi, amigdala dapat bereaksi kurang baik, membuatnya terlalu aktif dan selalu waspada terhadap potensi bahaya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.