Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Kita Jatuh Cinta pada Orang yang Tidak Bisa Kita Miliki?

Kompas.com - 25/03/2024, 20:06 WIB
Nabilla Tashandra

Editor

KOMPAS.com - Falling in love with people we can't have alias jatuh cinta pada orang yang tidak bisa kita miliki mungkin sering menjadi kelakar di media sosial.

Kekaguman itu terjadi entah terhadap selebritas, figur publik, atau sekadar teman dan rekan kerja. 

Padahal faktanya, hal ini memang banyak terjadi dan kecenderungan ini sebetulnya menimbulkan pertanyaan.

Kabar baiknya, ini bukanlah sepenuhnya salah kita, melainkan karena hormon tertentu.

Baca juga:

Sama seperti banyak kejadian di hidup kita, kimia di otak kita memainkan peran penting terhadap relasi asmara.

Ketika ini terjadi, kita mungkin butuh bantuan orang lain, entah itu terapis atau sekadar teman, untuk membantu kita membangun kesadaran diri karena tidak ada untungnya terus berharap pada pujaan kita tersebut.

Kenapa kita jatuh cinta pada orang yang tidak bisa kita miliki?

Mengapa penolakan malah dapat meningkatkan hasrat orang-orang tertentu meski yang diinginkan tidak dapat digapai, "salahkanlah" dopamin.

Dopamin adalah zat kimia yang membuat kita merasa senang dan bisa menjadi sangat kuat ketika situasi tidak dapat diprediksi, seperti ketika kita tidak tahu bagaimana perasaan seseorang terhadap kita.

Dopamin dikaitkan dengan motivasi, penghargaan, kecanduan, dan hasrat, serta perburuan untuk mendapatkan sesuatu, sehingga mereka yang mengejar bersedia melakikan apa saja.

Baca juga:

McCullough mengatakan bahwa cinta bertepuk sebelah tangan tidak jauh berbeda dengan perjudian, menurut otak kita. 

"Sebagian besar ketika bermain mesin slot, kita akan kalah. Meskipun peluang untuk menang sangat kecil, ada daya tarik untuk terus memasukkan koin ke dalam mesin," ujar psikoterapis dan penasihat klinis, Madison McCullough, LCSW, seperti dilansir dari Very Well Mind.

Kedengarannya mungkin akan kontraintuitif, tapi jatuh cinta pada orang yang tidak bisa kita miliki adalah perasaan yang alami.

 

Hal itu disebabkan imajinasi-imajinasi kita terstimulasi ketika menginginkan sesuatu dan mengetahui bahwa sebetulnya orang tersebut tidak tergapai.

"Jika kita menyukai seseorang, lalu menyadari bahwa mengejarnya akan sulit atau tidak memungkinkan, ketertarikan kita malah akan semakin intens," tuturnya.

Baca juga:

Ia melanjutkan, gairah besar untuk mendapatkan orang tersebut didorong oleh keinginan untuk membuktikan diri bahwa diri kita layak dan secara eksternal berpotensi secara eksternal mengatur keyakinan internal yang kritis terhadap diri sendiri.

Bagi sebagian orang, berada di posisi ini adalah sesuatu yang aman. Kita menjauhi diri dari kerentanan karena tidak terlibat dengan orang yang kita sukai, tapi secara emosional masih terstimulasi karena menyukainya.

Meskipun, bagi sebagian lainnya, perasaan yang tak terbalas ini dapat menyebabkan keterbatasan.

Pada saat itulah seseorang mencapai titik obsesi terhadap dan tidak dapat menghentikannya. Bahkan, orang tersebut mungkin perlu bantuan terapi untuk melanjutkan hidup.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com