Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Solusi Putus Cinta: Belajar dari Kasus Fat Cat

Kompas.com - 19/06/2024, 14:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
  1. menyadari apa tujuan dari aktivitas yang sedang kita lakukan;
  2. memperhatikan setiap aktivitas sensoris yang sedang kita lakukan;
  3. memberikan nama/label pada perasaan/emosi yang sedang kita alami;
  4. tetap tenang, tidak reaktif terhadap emosi yang kita alami, senegatif apapun;
  5. tidak menilai/menyatakan bahwa suatu peristiwa adalah hal yang negatif (Baer et al., 2006).

Kedua, regulasi diri (regulasi emosi) dapat ditingkatkan dengan melakukan cognitive reappraisal (Stiller et al., 2019).

Cognitive reappraisal adalah usaha untuk meninjau ulang (memaknai) situasi yang berpotensi menimbulkan emosi tertentu sehingga individu dapat mengubah emosi yang sedang ia alami (Gross, 2015).

Contoh penerapan cognitive reappraisal adalah ketika individu mendapatkan pengalaman putus cinta; alih-alih merasa sedih, kecewa, marah, dan berbagai emosi negatif lainnya, individu justru berpikir bahwa peristiwa putus cinta tersebut sebagai suatu kesempatan untuk:

  1. memiliki lebih banyak waktu dalam melakukan pengembangan/ meningkatkan kualitas diri;
  2. terbebas dari hubungan yang mungkin berpotensi kurang sehat (toxic relationship);
  3. punya banyak kesempatan dan kebebasan yang mungkin selama ini belum didapatkan;
  4. meluangkan waktu bersama keluarga yang mungkin selama ini terabaikan;
  5. lebih fokus terhadap cita-cita;
  6. mencari kebahagiaan bukan saja dari komunikasi dengan pacar, tetapi bisa didapatkan dari banyak hal lain;
  7. menghemat pengeluaran untuk hal yang lebih bermanfaat;
  8. memilih sahabat/rekan yang lebih baik;
  9. menjadi lebih mandiri; dan
  10. memikirkan/mempertimbangkan status hubungan yang dikehendaki (apakah akan memilih untuk hidup berpasangan, atau memilih untuk hidup selibat).

Demikian, menghadapi peristiwa putus cinta bukan hal sepele. Regulasi emosi yang baik sangat diperlukan individu untuk mengatasi berbagai emosi negatif yang berpotensi muncul akibat peristiwa putus cinta.

Dengan memahami dan melatih strategi regulasi emosi seperti mindfulness atau cognitive reappraisal, individu dapat belajar mengendalikan berbagai emosi negatif yang muncul; hingga terhindar dari ide atau keputusan mengakhiri hidup.

*Aulya Rizqi Amelia, Dien Putri Aulia, Felicity Wijaya, dan Karen Vanetta - Mahasiswa S1 Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
P. Tommy Y. S. Suyasa - Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com