KOMPAS.com - Buka TikTok, Instagram, atau aplikasi media sosial lainnya sekarang juga dan kamu akan menemukan banyak sekali saran tentang cara menurunkan berat badan.
Ada diet yang menjadi tren terbaru, testimoni sebelum dan sesudah, hingga produk-produk "ajaib" lainnya.
Jadi, mudah sekali untuk melupakan hal-hal mendasar-seperti saran kuno untuk makan lebih banyak sayuran dan mengisi separuh piring dengan makanan yang tidak mengandung tepung.
Misalnya, sayuran hijau kapan pun kamu bisa. Ini mungkin tidak terdengar seksi, tapi ini pasti berhasil.
Sayuran menambah volume pada makanan tanpa banyak kalori, dan mengandung serat yang mengenyangkan.
Keduanya menjadikannya sebagai alat penurun berat badan yang efektif.
Sayuran juga mengandung nutrisi penting dan antioksidan yang dapat menurunkan atau membantu mengatasi berbagai penyakit kronis, termasuk penyakit jantung, kanker, dan diabetes.
Baca juga: 5 Sayuran Terbaik untuk Mengatasi Sembelit
Namun budaya diet mengondisikan kita untuk percaya bahwa menurunkan berat badan membutuhkan kekurangan. Artinya, kekurangan akan makanan lezat.
Tentu saja, diet memang bisa efektif untuk menurunkan berat badan dalam jangka pendek, tetapi penelitian menunjukkan, kebanyakan orang tidak mempertahankannya dalam jangka panjang.
Sebagai contoh, sebuah meta-analisis tahun 2020 yang diterbitkan di BMJ yang mencakup 121 uji klinis.
Di sana diungkapkan, sebagian besar diet membantu responden menurunkan berat badan dalam enam bulan pertama, dan meningkatkan ukuran kesehatan tertentu, seperti tekanan darah.
Capaian ini berlaku untuk metode diet apa pun yang dijalankan responden.
Namun, -sayangnya, penurunan berat badan tersebut tidak bertahan hingga satu tahun.
Lantas, apa yang tampaknya bekerja paling baik untuk kesuksesan jangka panjang?
Baca juga: Cara Mencuci Sayuran Berdasarkan Jenisnya
Membuat perubahan kecil yang dapat kamu pertahankan, dibandingkan mencoba melakukan perombakan pola makan secara total, adalah pilihan yang bijak.