KOMPAS.com - Gangguan perhatian dan hiperaktivitas, atau yang lebih dikenal dengan ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder), sering kali menjadi topik yang diselimuti oleh berbagai mitos dan asumsi yang kurang tepat.
Memahami dengan lebih baik tentang ADHD dapat membantu menghilangkan stigma dan memberikan dukungan yang lebih baik kepada individu yang mengalaminya.
Mari kita bahas tujuh mitos umum seputar ADHD beserta fakta yang sesungguhnya, dilansir dari laman Cleveland Clinic.
Dengan semua informasi yang tersedia secara online dan melalui media sosial, mungkin sulit untuk memisahkan antara fakta dan mitos tentang ADHD.
Tidak ada tes laboratorium untuk memastikan seseorang memiliki ADHD sehingga banyak orang yang sulit memercayai bahwa ADHD itu nyata.
"Mereka bersikeras bahwa ADHD adalah kondisi palsu," kata Michael Manos, PhD, Spesialis Anak. "Tetapi ada penelitian gen yang secara konsisten menunjukkan bahwa ADHD adalah kondisi genetik."
Selain itu, penelitian yang mempelajari pemindaian otak MRI terhadap lebih dari 3.000 anak-anak dan orang dewasa menemukan perbedaan dalam ukuran otak anak-anak yang mengalami ADHD dan yang tidak.
Anak-anak dengan ADHD memiliki otak yang lebih kecil, dengan perbedaan ukuran yang mencolok pada bagian otak yang berhubungan dengan kontrol emosi, pengendalian diri, memori, dan pembelajaran.
Baca juga: Apa Itu ADHD, Penyebab dan Gejala yang Bisa Dikenali
ADHD telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau status sosial ekonomi. Namun, Dr. Manos percaya bahwa peningkatan ini terkait dengan peningkatan kesadaran dan pengenalan gejala, bukan karena diagnosis yang berlebihan.
Kondisi ADHD mungkin terjadi di mana-mana, tetapi dahulu tiak terdeteksi karena orang cenderung menganggapnya sebagai perilaku nakal saja. Kini, setelah akses terhadap kesehatan makin terbuka, kondisi ini mulai banyak ditemukan.
Sebuah penelitian terhadap lebih dari 235.000 anak menemukan bahwa hal itu terutama terjadi pada anak-anak Asia, kulit hitam, dan Hispanik yang lahir di Amerika Serikat.
Populasi tersebut lebih kecil kemungkinannya untuk didiagnosis dengan ADHD dibandingkan dengan anak-anak kulit putih dan lebih kecil kemungkinannya untuk menerima pengobatan dan perawatan ADHD.
Anak-anak dengan ADHD cenderung mengalami kesulitan di sekolah sehingga sangatlah mudah untuk memahami mengapa beberapa orang menganggap ADHD sebagai ketidakmampuan belajar. Akan tetapi, Dr. Manos menjelaskan bahwa ini adalah dua kondisi yang berbeda.
"Ketidakmampuan belajar sering kali melibatkan kesulitan dalam menggunakan simbol-simbol bahasa (huruf dan angka)," katanya.
Seseorang dengan ketidakmampuan belajar biasanya memiliki masalah dengan keterampilan akademis tertentu, seperti membaca, menulis, atau matematika.