Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rendang Pun "Berselancar" di Internet

Kompas.com - 26/12/2010, 03:39 WIB

Tidak hanya pertemanan, solidaritas massal pun bisa digerakkan secara sporadis lewat Twitter, Facebook, dan blog pribadi. Ini antara lain dilakukan Dian Paramita (22), mahasiswa UGM. Dua bulan lalu dia mengetuk hati para pengguna media sosial untuk menyumbangkan dana bagi korban letusan Merapi. Pesan itu langsung disambut. Dalam beberapa jam, dana jutaan rupiah pun mengalir dari para dermawan yang sebagian tidak dikenalnya.

Sampai sekarang Dian terheran-heran bagaimana pesan yang dia kirim melalui media sosial ternyata bisa menggerakkan empati banyak orang. ”Awalnya saya hanya iseng kirim pesan, barangkali ada orang yang mau bantu korban Merapi. Ternyata responsnya besar sekali,” ujarnya.

Meski begitu, era digital juga memperlihatkan sejumlah paradoks. Ketika hubungan antarmanusia serba difasilitasi media, orang bisa teralienasi dari kehidupan nyata. Putri (28), warga Legoso, Ciputat, menceritakan, betapa hubungan dengan tetangga dekatnya terasa agak aneh. Dia tahu apa yang dilakukan seorang tetangganya melalui Facebook. Dia berbincang akrab melalui bilik ngobrol Facebook atau SMS. Tapi, sejak tiga bulan lalu, Putri tidak pernah bertemu dengannya secara fisik.

Masyarakat ”cyber”

Yanuar Nugroho, dosen Manchester Business School The University of Manchester yang sedang meneliti media sosial di Indonesia, melihat, masyarakat Indonesia telah bergeser ke masyarakat cyber. Jumlah mereka pun sangat besar.

Pengguna telepon seluler di Indonesia sekitar 120 juta orang, atau setengah dari jumlah penduduk. Pengguna internet 30 juta (Internet World Stats, 2010). Dari jumlah itu, 20,8 persen di antaranya nge-twitt (ComScore, 2010). Sementara itu, pengguna Facebook sekitar 32 juta (Check Facebook, 2010). Nomor dua setelah AS.

Mereka ini—bersama masyarakat cyber di negara lain—setiap hari ikut berlomba mengisi ruang-ruang virtual dengan berbagai keperluan, mulai dari jualan terasi, menghimpun solidaritas, kampanye, memupuk pencitraan, berkomunitas, hingga sekadar iseng kurang kerjaan.

Persoalannya, kata Yanuar, masyarakat cyber Indonesia masih sebatas konsumen informasi dalam kontestasi mewarnai ruang virtual itu. ”Padahal, kalau kita konsumen informasi sudah pasti kita konsumen goods (barang-barang).”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com