Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Perkawinan Tak Melindungi Perempuan?

Kompas.com - 27/09/2011, 14:58 WIB

Wilayah penelitian mencakup Kabupaten Indramayu (Jawa Barat), Grobogan, Rembang (Jawa Tengah), Tabanan (Bali), Dompu (NTB), Timor Tengah Selatan, Sikka dan Lembata (NTT).

”Walaupun tidak mewakili seluruh populasi di Indonesia, temuan ini bisa menjadi gambaran kasus pernikahan dini secara umum di Tanah Air.  Batasan umur anak juga harus diselaraskan antara UU Perkawinan, UU Kesehatan UU Kewarganegaraan UU Perlindungan Anak, dan UU lain yang relevan dengan isu anak dan perkawinan anak,” jelas Bekti Andari, Gender Specialist
Plan Indonesia, melalui siaran persnya.

Kriminalisasi perkawinan
Bekti juga mengungkapkan, di tingkat lokal, sering terjadi penyelewengan dalam mengimplementasikan hukum perkawinan, sehingga anak menjadi korban dan semakin kehilangan hak-haknya.

"Di beberapa daerah orang tua masih bisa menyuap aparat terkait untuk memanipulasi umur anaknya yang akan dinikahkan,” jelas Bekti.

Komnas Perempuan dan Plan Indonesia menyoroti pentingnya menguji kembali UU No 1/1974 tentang perkawinan. Fokus utama Plan adalah pada soal usia anak, terkait dengan hak dan perlindungan anak. Sementara Komnas Perempuan, menyoroti beberapa hal.

Ninik yang menjabat sebagai anggota Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan mengatakan Komnas Perempuan mengusulkan perubahan pada defenisi perkawinan, peran suami dan istri, usia perkawinan, serta terkait identitas hukum seseorang (pencatatan perkawinan).

Perubahan dan pengujian kembali UU No 1/1974 ini diperlukan untuk melindungi perempuan, menghapuskan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, juga mencegah kriminalisasi terhadap perkawinan.

Soal kriminalisasi perkawinan, Ninik menjelaskan, "Pencatatan perkawinan harus dipermudah mekanismenya. Banyak orang sulit mendapatkan akses pencatatan perkawinan, terutama di desa. Banyak oknum yang tidak mencatatkan perkawinan. Akhirnya terjadi kriminalisasi pencatatan perkawinan. Termasuk perkawinan siri yang berpotensi dikriminalkan."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com