Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/10/2022, 06:18 WIB
Gading Perkasa,
Wisnubrata

Tim Redaksi

"Apa yang ada dalam pikiran pembunuh sehingga mereka menganggap tindakan itu baik-baik saja?" katanya lagi.

7. Persiapan untuk menghadapi tantangan

Terkadang, terlibat dengan konten menakutkan menjadi jalan bagi kita untuk menghadapi tantangan di dunia nyata.

Kita ambil contoh wabah Covid-19 yang melanda pada tahun 2020.

Pada awal pandemi, film Outbreak rilisan 1995 menjadi salah satu film terpopuler di Netflix di AS.

Film ini mengisahkan virus mematikan yang mewabah di sebuah kota kecil.

Di akhir film, para tokoh utama berhasil mengatasi penyakit akibat virus itu, mengalahkan penjahat dan menghidupkan kembali romansa yang hilang hanya dalam waktu singkat.

Wabah menjadi semacam terapi imersi, cara untuk terbiasa dengan gagasan tentang pandemi dan meyakinkan diri kita bahwa pada akhirnya semua akan baik-baik saja.

8. Kematian

Festival seperti Halloween atau Dia de los Muertos (Hari Orang Mati), menurut Childs, membantu seseorang menerima adanya kematian.

"Hari-hari kematian ini adalah perayaan. Kita bisa melihat kematian sebagai transisi, alih-alih menjadi hal yang mengerikan dan buruk."

Tetapi, bukankah kematian yang ditunjukkan dalam film horor sangat mengerikan?

"Film tersebut menciptakan pola pikir 'saya tidak ingin mati dengan cara itu', sehingga kita memikirkan segala kemungkinan bagaimana kita akan meninggal," tambah Childs.

Baca juga: 6 Manfaat Nonton Film Horor bareng Pasangan, Sudah Tahu?

Ketakutan tidak selalu menyenangkan

Perbedaan utama antara ketakutan "baik" dan ketakutan "buruk" adalah perasaan akan bahaya.

Seorang anak tidak mampu membedakan antara bahaya yang nyata dan bahaya yang dibuat-buat, maka dari itu orangtua seringkali mencegah anak untuk menyaksikan konten yang menakutkan.

Saat kita tumbuh, rasa aman juga tumbuh, tetapi itu tidak mutlak. Kita semua memiliki masa-masa di mana jenis ketakutan tertentu tidak terasa menyenangkan.

Kenali batasan

"Banyak orang bisa melewati ketakutan fantasi karena itu hanyalah fantasi," kata Childs.

"Kita yakin vampir, manusia serigala dan Frankenstein tidak ada di dunia nyata, sehingga kita tidak masalah menonton film itu."

"Tetapi ketika menyangkut malaikat dan setan, itu bisa menjadi hal yang dianggap nyata bagi kita dan mungkin ingin dihindari oleh beberapa orang," imbuhnya.

Pengalaman hidup juga memengaruhi respons kita dalam menerima rangsangan yang menakutkan.

"Jenis trauma apa pun akan memengaruhi jenis konten yang dapat kita toleransi," ujar Childs.

Jika kita atau orang terdekat pernah mengalami kekerasan, film atau cerita yang mencerminkan pengalaman buruk itu bisa memengaruhi diri kita.

Kapan perlu mendapatkan bantuan?

Apakah kita terus-menerus mengecek pintu rumah untuk memastikan pintu sudah dikunci? Atau, kita tidak mau pergi ke taman hiburan karena takut melihat rumah hantu?

Beberapa hal itu menandakan ketakutan sehat kita berubah menjadi kecemasan atau kepanikan.

"Saat itu terjadi, saya menyarankan untuk mencari bantuan dari teman dan keluarga," saran Childs.

"Jika terus berlanjut, artinya ada sesuatu yang terjadi. Dan mungkin sudah waktunya menjalani terapi demi mengetahui apa sesuatu itu."

Baca juga: Dampak yang Dirasakan Anak Jika Sering Nonton Horor

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com