Bisa dibilang, bullying sengaja dilakukan oleh remaja sebagai pelampiasan untuk mencari dan mendapatkan perhatian alias caper.
Di sisi lain, remaja yang empatinya kurang sering kali merasa senang ketika menyakiti orang lain.
Mereka tidak hanya mendapatkan kekuatan dari menindas orang lain, tapi juga menganggap hal yang menyakitkan adalah sesuatu yang "lucu".
Baca juga: Tips dari Dokter Anak agar Anak Tak Jadi Pelaku Bullying
Tidak jarang bullying dilakukan oleh remaja sebagai manisfestasi dari status sosial sehingga mereka mengolok-olok orang lain yang kurang populer.
Faktor popularitas juga mendorong remaja menyebarkan kabar burung atau gosip untuk mempermalukan atau mengucilkan orang lain.
Dalam hal ini, remaja yang ingin panjat sosial alias pansos di sekolah atau memiliki kekuatan lebih juga bisa melakukan bullying karena caper.
Mereka sengaja merundung orang lain untuk menurunkan status sosial dari korbannya.
Ada kemungkinan remaja yang menjadi pelaku bullying mendasari perilaku tidak terpujinya karena masalah mereka di rumah.
Mereka mungkin berasal dari keluarga yang membiasakan perilaku kasar sehingga meniru hal ini.
Remaja yang dibesarkan oleh orangtua permisif atau jarang didampingi juga berisiko melakukan perundungan.
Perilaku tidak terpuji seperti itu seolah-olah memberi kekuatan dan kontrol bagi remaja yang kurang dirasakan dalam kehidupan mereka.
Ada pun, orangtua permisif adalah orangtua yang tidak memberi banyak tuntutan atau tanggung jawab kepada anak.
Tak hanya itu, remaja yang merasa harga dirinya rendah berisiko melakukan bullying untuk menutupi kekurangannya.
Remaja yang dirundung kakaknya kemungkinan juga merundung orang lain untuk mendapatkan perasaan berkuasa.
Baca juga: Kenapa Anak Jadi Pelaku Bullying? Ini Alasannya...
Remaja yang menjadi korban bullying bisa mencari cara untuk melampiaskan atau melakukan balas dendam.