Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Promosi Kesehatan: Iklan Layanan Masyarakat yang Ketinggalan

Kompas.com - 21/08/2023, 08:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Keempat. Dengan berbagai masalah kesehatan termasuk KIPI, yang tidak mendapat penjelasan secara gamblang dan bisa dipahami awam, membuat masyarakat banyak yang berusaha mencari tahu sendiri.

Mereka merambah aneka jurnal kesehatan tanpa keterampilan memilah dan akhirnya menemukan senjata untuk membentuk pendapat dan kesimpulannya sendiri, yang kerap kita sebut ‘narasi konspirasi’.

Begitu pula saat layanan kesehatan tidak sesuai harapan, mahzab “kembali ke pengobatan alami” dengan segala pemahamannya dimulai.

Sementara di masa pendidikan, nakes kita tidak dibekali sejarah perkembangan dua cara pandang yang kerap dibenturkan secara ekstrem.

Saat Louis Pasteur dikenal para nakes sebagai pahlawan vaksin di abad 19, dia jarang disebut sebagai penggagas teori “Germ” – bahwa penyakit berasal dari infeksi mikroba, kuman.

Antitesis Pasteur adalah teori “Terrain” (medan) yang disebut Claude Bernard, sahabat karib Pasteur sendiri.

Turunan teori kuman Pasteur membuat nakes lebih fokus pada pengobatan, melawan penyakit dengan medikasi dan imunisasi.

Sementara teori medan Bernard, mengandaikan masalah kesehatan muncul akibat lemahnya sistem kekebalan yang diatasi dengan perbaikan gizi, penggunaan herbal (yang lebih ramah lingkungan dan tubuh), pendekatan psikis, sehingga terjadi revitalisasi organ dan sistemnya.

Tapi, karena penjelasannya terlalu rumit dan mempunyai pendekatan keilmuan yang berbeda, serta minimnya studi berbasis bukti, maka teori medan ini dengan mudah tergelincir menjadi pseudosains.

Dengan mengandalkan testimoni, dan mudah disusupi aneka paham keyakinan, akhirnya menjadi bulan-bulanan penganut ‘mainstream’ garis keras teori kuman Pasteur.

Baca juga: Berburu Kiat Sehat Tanpa Obat

Kelima. Konvergensi kedua teori di atas sebetulnya dikenal sebagai 4 pilar upaya kesehatan, yakni preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

Hanya saja, bicara ‘berobat’ di negeri ini, fokusnya tentu ada di aspek kuratif. Apalagi di poliklinik yang pasiennya antre.

Belum lagi saking lelahnya bekerja, tenaga kesehatan kita jutek dan judes. Menjelaskan soal gaya hidup dan perbaikan gizi pun dengan waktu yang amat terbatas, yang akhirnya pasien hanya diminta patuh ketimbang paham.

Revitalisasi organ yang mestinya bisa berjalan seiring dengan pengobatan, akhirnya menjadi mustahil, karena pasien cenderung merasa nyaman berobat ketimbang memperbaiki gaya hidup secara konsisten dan telaten.

Di beberapa daerah, peran tenaga kesehatan tradisional dan tenaga kesehatan dengan kompetensi herbal sudah mulai ditempatkan – namun apabila pendekatannya juga kuratif, maka ini sama saja seperti mengganti tablet dengan jamu. Ibarat penganut teori kuman Pasteur dengan jubah tradisional.

Baca juga: Belajar dari Vaksinasi BCG: Tak Ada Satu Jurus Jitu Buat Sehat

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com